info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Kartu Sholat Wajib

Avina Nadhila Widarsa 3 Oktober 2014

Awalnya, saya masuk ke kelas tiga. Namun, karena pak Harun tidak masuk di kelas VI, saya terpaksa menggantikannya mengajar Pendidikan Agama Islam.

Ketika saya masuk, saya bertanya, "pelajaran apa sekarang?" Anak-anak menjawab, "pelajaran PAI bu." saya bertanya kembali, "Pendidikan Agama Islam?" mereka menjawab, "ya bu..."

Saya tergelitik untuk bertanya lebih jauh, "memang agama kalian Islam?" mereka serentak menjawab, "iya bu..." saya bertanya kembali, "apa tanda kalian adalah orang Islam?" sebagian menjawab, "pake jilbab bu..." sebagian lain berkata, "shalat bu..." yang lainnya bilang, "puasa bu..."

saya memancing mereka lagi, "ah yang benar kalian sholat? 5 waktu? Siapa yang di sini sholat 5 waktu?" dan kelas pun hening. "Yang sholat 3 waktu?" masih sedikit yg mengangkat tangan.

"Yang sholat Maghrib saja setiap hari?" sedikit saja yang mengangkat tangan. Mulailah saya menjadi guru "menyebalkan". Saya berujar, "katanya kalian orang Islam, kok ga sholat 5 waktu?" kelas menjadi sepi.

Saya lanjutkan, "kalau tidak sholat, berarti kalian bukan orang Islam kan? Kita ganti saja pelajarannya menjadi Pendidikan Agama Lain?" saya tambah menyentil, "buat apa kalian punya cipo (mukena) deng songko (kopiah) tapi tara pernah dipakai?"

Baiklah, sepertinya mereka sudah sedikit sadar. Mulai hari itu saya tugaskan mereka mencatat jadwal shalat wajib lima waktu.

Besoknya saya buatkan kartu sholat wajib, supaya mereka bisa mengisi data sholat mereka sendiri setiap harinya. Dalam satu baris, terdapat tanggal dan jadwal sholat dari Subuh sampai Isya serta tanda tangan orang tua. Setiap kolom jadwal sholat harus mereka isi dengan jam berapa mereka melaksanakan sholat. Jika tidak sholat maka mereka harus menulis tidak sholat. Saya beri pesan di bawahnya, "diisi dengan jujur ya :)"

Esoknya, mereka sudah mulai mengisi kartu tersebut. Saya katakan kalau kartu itu hilang harus mengganti Rp 10.000,00. Hitung-hitung sebagai amal mereka nanti untuk diberikan kepada masjid.

Mereka terlihat bersemangat sekali, apalagi ketika saya menerapkan aturan bagi murid kelas VI, wajib sholat zuhur di masjid selepas sekolah. Kebiasaan baik itu pun dimulai. Mereka menjadi rajin ke masjid dan mengisi kartu sholat dengan senang hati. Di akhir bulan, saya melihat catatan mereka.

Ya, walaupun belum sempurna, setidaknya mereka memulai kebiasaan untuk menunaikan sholat wajib dan jujur terhadap diri sendiri :) Ibu bangga pada kalian Nak :) "Bahagia adalah ketika melihat murid-murid berjalan ke masjid untuk shalat berjamah, tanpa disuruh" -Avina, 2014-


Cerita Lainnya

Lihat Semua