Ini Bukan Pengorbanan, tapi Sebuah Kehormatan

Avina Nadhila Widarsa 17 April 2014

Banyak orang yang bertanya, kenapa sih kok saya mau ikut program Indonesia Mengajar? Bukannya sudah ada gelar master dari luar negeri? Kenapa tidak bekerja di luar negeri atau paling tidak bekerja di instansi terbaik di Indonesia?  

Hmm... Saya juga bingung, kenapa saya mau menjadi seorang guru di daerah terpencil yang tidak ada listrik dan sinyal terbatas. Lebih tepatnya bingung mengungkapkan kegelisahan saya yang selama 23 tahun ini belum banyak melakukan sesuatu untuk negara Indonesia tercinta.  

Alasan saya simpel, saya mau merasakan bagaimana rasanya hidup di desa dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada orang lain. Saya yang selama 22 tahun ini selalu hidup dalam kemewahan dan kenyamanan kota besar, tiba-tiba harus menarik diri ke sebuah desa terpencil yang bahkan tidurnya saja melantai, makan seadanya dan harus membiasakan diri hidup dengan lingkungan yang mungkin jauh lebih tidak bersih dari kota.  

Saya mungkin bukan orang pertama yang melepaskan kesempatan besar di luar sana untuk hidup yang lebih nyaman. Saya juga masih belajar menjadi guru, bagaimana memahami karakter siswa dan mendidik mereka dengan baik. Saya juga masih meraba karakter penduduk desa dan masih mencari cara melalui pendekatan seperti apakah saya bisa berbaur lebih dekat lagi dengan mereka.  

Satu tahun bukan waktu yang singkat, tetapi juga bukan waktu yang lama. Tidak terasa, hampir 4 bulan saya berada di Halmahera Selatan, tepatnya di desa Bajo Sangkuang. Sudah hampir 4 bulan juga saya menjadi guru di SDN Torosubang. Nama yang asing bagi saya hingga beberapa bulan yang lalu.  

Saya tidak bilang hidup setahun di sini mudah. Jujur, tantangan terbesar yang saya hadapi adalah diri saya sendiri. Bagaimana melepaskan keegoismean pribadi untuk lebih peduli dan berbuat yang terbaik bagi sesama, khususnya murid-murid saya. Ada kalanya saya kecewa dan sedih. Namun, saya merasa di situlah saya diuji. Seberapa besar saya bisa bertahan menghadapi semua tantangan.

 Jika dibilang ini sebuah pengorbanan, saya rasa tidak juga. Saya justru merasa terhormat bisa menjadi salah satu orang yang bisa merasakan langsung hidup di tengah masyarakat pelosok Indonesia. Saya jadi paham betul, mengapa sistem pendidikan yang baik, SDM yang berkualitas serta kepedulian masyarakat terhadap pendidikan sangat dibutuhkan bagi bangsa Indonesia.  

Saya merasa lebih terhormat lagi dapat bertemu dan belajar langsung dari kesederhanaan dan kebersahajaan orang-orang desa. Dari tulusnya anak-anak yang bahkan kalau saya pikir-pikir saya belum bisa memberikan apa-apa untuk mereka, namun mereka menganggap kehadiran saya adalah segala-galanya bagi mereka.

Mungkin jika saya tidak berada di sini, saya sudah sibuk bekerja di kantor dan terjebak dengan hiruk pikuk kehidupan kota. Mungkin jika saya tidak keukeuh mengambil pilihan ini, saya masih bisa bertemu dengan keluarga dan teman-teman setiap hari. Mungkin jika saya tidak mengambil pilihan ini, kulit saya masih cerah dan tidak "budukan" karena gigitan nyamuk dan agas.

 Tapi kembali lagi, saya tidak pernah menyesal mengambil pilihan ini. Sebab ini merupakan suatu kehormatan, bukan sebuah pengorbanan seperti yang sering disampaikan oleh Abah Iwan.   Terima kasih IM :)


Cerita Lainnya

Lihat Semua