Dijemput Papa

Avina Nadhila Widarsa 24 Oktober 2014

Tadi pagi saya dijemput papa untuk kembali ke desa. Walaupun sempat ada insiden baling-baling ketinting yang rusak karena menabrak terumbu karang dan kami harus berhenti sejenak di desa Indomut, saya bersyukur sekali bisa dijemput papa pagi itu.

Rasanya seperti dijemput Bapak, orang tua saya sendiri. Saya sejak sekolah, hingga kuliah dan bahkan setelah bekerja hamir selalu dijemput Bapak. Pagi itu, saya bersyukur bisa dijemput papa dengan ketintingnya sendiri.

 Papa piara saya, namanya Mas’ud La Eta, namun orang-orang biasanya memanggilnya Acun atau Acu. Beliau berasal dari desa Waya dan sudah menjadi penduduk desa Bajo selama 10 tahun lebih sejak menikah dengan mama, Mama Julaini, yang biasa dipanggil Juk.

Papa orang yang sangat baik, pintar dan bersahaja. Papa biasa berdiskusi dengan saya mengenai apa saja, dari masalah politik hingga tempat-tempat liburan yang asyik. Papa seorang petualang, di masa mudanya beliau sudah bekerja hingga ke Malaysia. Sejak menikah dengan Mama, papa semakin kuat mencari (bekerja). Papa pernah bekerja di Papua dan ikut berlayar dengan kapal besar.

Papa orangnya terbuka dan mau belajar. Papa mau membaca buku tebal tentang Sejarah Maluku Utara yang saya berikan. Papa juga penyayang namun tegas. Sayangnya, papa masih belum bisa berhenti merokok.

Papa mempunyai ketinting, baru diperbaiki. Sebelumnya, saya pernah dijemput papa menggunakan ketinting orang lain. Papa sudah menganggap saya seperti anak sendiri. Adik-adik betul-betul diawasi oleh Papa dan Mama suapaya tidak mengganggu saya bekerja.

Papa orang baik. Mama juga. Adik-adik juga. Saya senang dan sayang dengan mereka.


Cerita Lainnya

Lihat Semua