The Power Of Gift

Astriwana, SPi 28 Juli 2013

Kelas 5, jumlah siswa 12 orang dibawah perwalianku. Kelas yang ramai bagaikan 100 orang dan kelas yang selalu hidup karena siswa – siswanya hiperaktif.   

Masih jelas terngiang saat seorang guru mengatakan “ Lihat saja, musim pala datang kelas ibu su kosong “. Bahkan ada juga orangtua yang mengatakan “ Pukul saja anak saya Ibu, sudah kelas 5 tidak bisa diatur masih saja suka bolos ”.   Hmmm... tantangan yang berat memang tapi buatku setiap anak adalah juara. Pasti ada yang bisa kulakukan untuk memperbaiki kehadiran siswa. Seingatku, waktu aku kecil dulu ada satu hal yang membuat anak – anak bersemangat. Hadiah! Ya hadiah. Aku rasa setiap anak sangat suka hadiah. Cling, aha!!!

Abdon dan Wahap hari ini tidak masuk, Elok, Tria dan Rijal datang terlambat, Munira juga bahkan dia tidak mengerjakan piketnya, Faldi ke sekolah dengat baju kusut dan belum mandi. Saidah, Ina, Mingki, Awal dan Ari sudah menaruh tas di kelas tetapi masih sibuk bermain di luar kelas bahkan sampai jam pelajaran dimulai. Haduhh... anak – anakku ini...   Aku pun menyuruh mereka masuk ke kelas. Taktik kumulai, “ Hari ini siapa yang datang kemuka? “ tanyaku kepada anak – anak. Setelah lama saling tengok sana sini akhirnya Mingki mengacungkan tangannya. Aku lalu memanggil Mingki ke mejaku, kuberikan dia sebuah permen dan kusuruh menuliskan namanya di sebuah kolom putih dibawah kalender. “ Mulai sekarang, siapa yang datang duluan dan berada di kelas saat ibu masuk akan mendapatkan hadiah permen. Tidak hanya itu, dia juga mendapat kesempatan menuliskan namanya di kalender juara. Di akhir semester akan Ibu hitung siapa nama terbanyak yang muncul dan akan mendapatkan hadiah “. Teriakan riuh kegembiraan anak – anak menggema di kelas. Namun aku masih khawatir apakah taktikku ini berhasil atau tidak.

Keesokan harinya siswa – siswiku mulai berdatangan tepat waktu. Bahkan mereka rebutan menunjuk siapa yang datang duluan karena ada yang datang bersamaan. Hadiah tetap kuberikan, nama pun tetap tercatat. Sampai suatu hari, Ari berkata “ Ibu, tidak adil. Mingki selalu datang duluan dan dapat hadiah itu karena dia pegang kunci dan rumahnya juga dekat. Kita pasti kalah “. Hmm.. “ Baiklah kalau begitu yang duluan datang meskipun kelas belum terbuka, dia pemenangnya “.   Walhasil keesokan harinya, Mingki yang biasa jadi juara datang duluan tidak lagi juara. Kali ini permen rajin selalu jatuh kepada Elok. Sampai suatu ketika Ari lagi – lagi protes “ Ibu, tidak adil. Elok menang terus. Saya baru bangun timba air dia sudah rapi ke sekolah “.  Tadinya aku hanya tersenyum dan tidak terlalu menanggapi. Tentu saja yang rajin bangun pagi yang pantas dapat hadiah sampai sore hari ketika saya berkunjung ke rumah Elok. Mama Elok bertanya “ Ibu, ada pelajarankah subuh – subuh di sekolah? ”. Aku bingung dan menjawab bahwa tidak ada pelajaran di sekolah apalagi subuh. “ Tapi Elok jam 5 sudah berangkat Ibu, sejak senin kemarin dia rajin sekali ke sekolah bahkan masih pagi buta “. Ups... iyakah.

Elok... Elok... ternyata hadiah dan pengakuan atas kerajinannya itu menjadi sangat penting baginya. Sampai – sampai masih pagi buta saja sudah berangkat ke sekolah. Wow the power of gift is very useful. Setidaknya di kelasku.


Cerita Lainnya

Lihat Semua