YAPEN PU CERITA 1 (Penyambutan Arumbai-rumbai)
Arum Lailashafra 13 Juli 201731 mei 2017
Langit hitam negeri Indonesia timur itu nampak indah. Menggelapkan lautan yang tetap teduh tenang menguatkan langkah. Suara mesin kapal cepat ini mulai terdengar semakin mengecil, sebagai tanda kapal akan sampai di pelabuhan dan akan ku mulai menampakkan tanah. Sesaat tubuh terasa lelah, namun hati tetap mencoba untuk menerima segala hal yang tak terbantah. Meyakini niat, perjuangan, dan harapan kuat dengan jiwa pantang menyerah. Bismillah
Setelah sekitar 8jam mengudara dilangit dan hampir lebih dari 6 jam mengarungi lautan pembatas kabupaten Biak dan Serui. Tatapan mata ini ingin segera beralih untuk segera melihat apa-apa,bagaimana dan siapa saja yang ada di luar sana. Dengan tetap sabar menanti seorang yang datang dan akan memberi arahan, ku bersiap menapakkan kaki untuk pertama kali di tanah yapen, tanah kebanggaan dan meyakinkan sebuah perjuangan. Oh meen, gak sabar rasanya menyapa mereka-mereka yang punya seribu keunikan. Dulunya kau sebut tanah mereka ini, tanah irian.
Well, malam hari itu, pukul 8.02 WIT, Arumbai-rumbai (red. Arum memakai rumbai-rumbai) disambut oleh kakak-kakak PM 12 di Pelabuhan Serui. Masing-masing dari kita di potret bak artis Jakarta yang baru datang tanah papua. Satu topi merah dari kak Agung, membuat mata ini sedu. Bukannya apa-apa. aku hanya terharu. Meski baru pertama kali bertemu, kakak-kakak sudah seperti keluarga dan teman yang sudah lama menunggu dan ingin segera bertemu. Hingga penyambutan sesi pertama itu diakhiri dengan sesi foto bersama di atas pelabuhan dengan perasaan seru.
Sesi selanjutnya menaiki bus sekolah ber-driver kak vandi. Bagiku cukup membuat perjalanan malam itu seperti sebuah trip terencana menyusuri sebuah kota yang katanya kota paling utara di Indonesia Timur, yakni Serui. Really? Tak lama berkendara, senyum beberapa pasang mata warga, Bapak ibu tanawani atau mama rina sekeluarga menyambut kita secara tradisi kedatangan kami berdelapan. Masih bertopi Poom dan Rumbai-rumbai dipinggang, mengikuti urutan antrian kawan-kawan, aku disambut dengan tradisi “pencucian muka”. Terasa segar ketika wajah kusut, kucel, kumel ini di lap/diusap dengan air kelapa oleh bapak angkat kami (suami mama rina). beeeeeerasa degan kelapa yang ingin ku minum tuk melepas dahaga, namun masih ragu itu air degan bekas-bekas tak tau siapa saja. haha
Yuhuuuuu setelah itu,, hidangan unik nan sedap telah menunggu kami untuk di santap. You know lah.. makanan khas orang papua “Papeda”. Tapi sejujurnya aku juga tara tau (Gak know banget si). Dari awal, aku hanya berharap semoga aku bisa melahapnya. Meski ragu plus penasaran, piring dalam tangan tetap menerima gumpalan papeda dari kak Agung. Tu orang kayak warlok (warga lokal) yang udah ahli ngolah papeda deh. Arum bilang “sedikit saja kak” dan kak Agung bilang “oke”. Aku terdiam. Bagiku gumpalan sagu itu tetap banyak. Ditambah lauk ikan laut berkuah kuning, kusantap makanan penyambutan dengan basmallah. Kunikmati Papeda yang akhirnya kutahu bahan pembuatannya dari sagu basah yang sudah di rendam berbulan bulan, di campur dengan jeruk nipis yang pekat dan air mendidih yang cukup banyak. Hingga, aku tak kuat menghabiskan karna lambung yang merasa sudah penuh dengan air. FYI, Kata orang-orang sih, sehabis makan papeda kamu pipis, berarti papedamu udah keluar dari perut. Karena memang kandungan papeda 80% air. Hemmm.. itu sudah. Dan akhirnya arum adalah satu dari yang lain yang tidak menghabiskan makanannya.
Okay, hari yang kuat untuk jiwa yang kuat. Kita beranjak dari rumah mama rina menuju sebuah rumah yang tidak terlalu jauh dan cukup berkendara beberapa saat. Bus biru itu diparkirkn di depan gedung dinas pendidikan. Kita berjalan menuju rumah sederhana, yang kemudian kita sebut itu Basecamp PM Yapen. Kita lepaskan rasa lelah hari itu, di rumah sewa ala kota serui, Papua. Masih rasanya aku berteriak..
“Hai serui.. terimakasih telah menyambut kami dengan berbagai hal yang mengena di hati. Meski engkau tampak sepi, kau tetap menjadi kota yang akan selalu membuat rindu hati. Kota dengan sejuta angan dan histori. Meski kecil secara geografi, aku tau kamu akan menjadi kota yang bisa mandiri.”
Dan doaku dalam hati, Tuhan, pertemukan kami dengan orang-orang baik dan tulus bekerja dengan hati untuk kemajuan pendidikan anak pelosok negeri.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda