Ya, Mengajar Harus Sabar Disertai Kerja Keras dan Doa.
Arina Nikma Baroroh 12 Desember 2013Dulu saat pertama kali aku mengajar anak-anak, kami membuat kontrak belajar bersama. Isi kontrak tersebut berisi kewajiban dan hak yang disepakati bersama antara aku—guru mereka dan anak-anak. Salah satu isi kontrak yang disepakati tersebut adalah : anak-anak bersedia duduk diacak dan berkelompok jika ada tugas bersama. Terlihat dan terdengar mudah dan sederhana. Namun ternyata tidak segampang itu dalam pelaksanaannya di kelas.
#
Kelas 6
Mereka tampak antusias saat kutawarkan kontrak belajar ini. Pada awalnya.
Suatu saat pelajaran matematika, kubentuk 4 tim cerdas cermat. Pembagian tim kuacak namun tetap dengan mempertimbangkan jumlah perempuan, laki-laki dan tingkat pemahaman mereka.
Chaos. Kelas mendadak berubah seperti pasar saat aku minta mereka berkumpul sesuai kelompok pembagian. Ada yang hanya diam saja, ada yang berlari kesana kemari, ada yang merajuk (ngambek), ada yang semangat 45, ada yang membawa-bawa bangkunya ke kelompok pembagian, ada yang mendatangiku menanyakan kelompoknya, ada pula yang bergabung dengan kelompok lain karena teman sebangkunya ada di kelompok tersebut.
Butuh waktu 20 menit lebih untuk menenangkan mereka, mendudukkan mereka sesuai dengan kelompoknya dan memberikan instruksi bagaimana cerdas cermat akan dilaksanakan. Sesungguhnya setelah 20 menit itu, aku capek. Aku capek menenangkan mereka. Belum lagi saat cerdas cermat dimulai, ada saja anak-anak dari kelompok lain merecoki kelompok yang mendapat pertanyaan—yang aku yakin mereka paham aturan main yaitu dilarang memberi tahu jawaban kepada kelompok lain.
Aku coba lagi membentuk kelompok pada saat pelajaran IPA. Kali ini kuminta mereka berkelompok membuat gambar tumbuhan yang berkembang biak dengan vegetatif alami.
Chaos part 2. Kuhitung butuh waktu 10 menit untuk membuat mereka diam, duduk dengan kelompoknya dan mendengarkan instruksiku.
Aku mencoba lagi membentuk kelompok untuk pelajaran yang sama, IPA. Kali ini kuminta mereka menggambar hewan ovipar, vivipar dan ovovivipar. Kuhitung waktu mereka membentuk kelompok hanya sekitar 5 menit. Tanpa banyak tingkah mereka segera menggambar dan mewarnai.
Sabtu beberapa minggu lalu, aku mencoba cerdas cermat lagi untuk pelajaran agama. Kurang dari 5 menit mereka berkelompok, menunjuk ketua dan juru bicara lalu siap mengikuti cerdas cermat.
#
Kelas 5
Mereka tampak antusias pula saat kutawarkan kontrak belajar ini. Pada awalnya.
Aku mencoba mengaplikasikannya pertama kali saat pelajaran IPA dengan pokok bahasan alat peredaran darah manusia. Kuminta mereka menggambarkan aliran darah manusia. Mereka kuminta berkelompok berbagi pewarna. Beberapa anak hanya mau meminjam pewarna pada teman dekatnya saja. Beberapa memutuskan untuk tidak menggunakan pewarna.
Aku mencoba untuk kedua kalinya saat pelajaran Matematika dengan pokok bahasan bilangan pangkat dua. Kubagi mereka menjadi 9 kelompok, masing-masing terdiri dari 3 anak. Masih dengan penolakan disana sini. Beberapa anak memutuskan untuk mengerjakan tugasnya sendiri. Beberapa memang berkelompok, namun hanya 1 anak yang mengerjakan seluruhnya, 2 yang lain hanya duduk manis. Namun seiring berjalannya waktu 3 Jam Pelajaran, akhirnya mereka berkumpul, mengerjakan bersama-sama dan dengan wajah cerah mengumpulkan tugas mereka kepadaku.
Ketiga kalinya, aku meminta mereka membuat jam dinding dari kardus bekas. Aku bagi mereka menjadi 5 kelompok. Seminggu sebelumnya, aku sudah meminta kesediaan anak-anak untuk membawa kalender bekas, kardus bekas, gunting, lem dan pewarna. Dengan modal barang-barang tersebut, kuminta mereka sekreatif mungkin membuat jam dinding. Hanya butuh 10 menit untuk menertibkan mereka, dan selanjutnya mereka sibuk dengan kelompoknya masing-masing. Aku lihat semuanya—5 kelompok itu, akhirnya bisa mengerjakan bersama, tanpa banyak bicara, dan tanpa kuarahkan mereka bisa membagi diri mereka masing-masing, ada yang membuat sketsa, menggunting, menempel hingga menghias.
#
Pada akhirnya mereka memahami sendiri arti kontrak belajar yang telah kami sepakati tersebut. Meskipun baru paham setelah beberapa kali mencoba dan dalam rentang waktu hampir 6 bulan ini.
Aku sangat memahami mengapa mereka sulit sekali berkumpul dan bekerja sama dalam satu kelompok. Karena kata anak-anakku, dulu mereka sangat jarang bahkan tak pernah mengerjakan tugas berkelompok.
Untuk kelas VI, aku coba memberikan mereka proyek percobaan akhir semester 1, berupa percobaan mengamati pembusukan makanan dan perkaratan besi. Di pertemuan pelajaran IPA yang terakhir, kuminta mereka presentasi. Bagaimana akhirnya ?? Akan kuceritakan di notesku selanjutnya. #
Ah, aku jadi teringat kata Bapak dan Ibuku di Jogja. Dan kuakui memang benar kata-kata ini: Mengajarkan sesuatu pada anak itu butuh proses bertahap yang diiringi dengan kesabaran, kerja keras dan doa. Kuharap semoga aku istiqomah menjalaninya.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda