info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Semesta Mendukung

Anita 28 April 2012

Ada yang pernah dengar tentang konsep Semestakung atau Semesta Mendukung yang dikenalkan oleh Professor Yohannes  Surya? Konsep ini mendaulat bahwa ketika individu atau kelompok berada pada kondisi kritis maka semesta (dalam hal ini sel-sel tubuh, lingkungan dan segala sesuatu di sekitar dia) akan mendukung dia untuk keluar dari kondisi kritis.

Entah serupa atau tidak dengan konsep Semestakung dari Pak Yohannes Surya, bagi saya pagi itu, Kamis 26 April 2012 adalah hari Semesta Mendukung yang paling mengena bagi saya. Mungkin kita tidak sadar bahwa ada hari hari tertentu (atau bahkan setiap hari) ketika Tuhan melalui tangan-tangannya bekerja membuat suatu hari begitu mudah untuk kita jalani. Namun, manusia karena sikap pongahnya, sering kali tidak cukup peka untuk mensyukuri keajaiban Tuhan itu.

Dan hari itu, Kamis 26 April 2012 saya benar-benar disentil oleh tangan Tuhan. Tuhan seakan berkata pada saya, Hey Anita this is how God works. You cant be not amazed.

Ibukota Kabupaten Halmahera Selatan, Labuha, minggu ini terlihat lebih ramai dari hari biasanya karena berbagai perlombaan untuk menyambut Hari Pendidikan Nasional. Rangkaian kegiatan perlombaan diadakan untuk insan pendidikan mulai dari jenjang PAUD hingga SMA dan ada juga lomba mengajar untuk para guru.

Khusus untuk SD, diadakan berbagi perlombaan seperti Lomba Senam, lomba Cerdas Cermat dan Lomba Gerak Jalan. Tentu saja para Pengajar Muda Halsel menyambut baik adanya kegiatan lomba-lomba ini. Inilah saatnya unjuk gigi bagi sekolah –sekolah yang ada di pulau - pulau, karena akses informasi selama ini ke desa-desa di pulau –pulau sungguh lambat bahkan seringkali tidak pernah sampai. Akibatnya banyak kegiatan yang diadakan oleh kabupaten tidak pernah sampai gaungnya hingga ke desa di pulau-pulau.

Saat itu bersama dengan PM dari desa Belang-Belang, saya mendaftarkan SD saya, SD Torosubang keseluruhan lomba yang ada untuk SD. Salah satunya adalah lomba cerdas cermat. Saya mendaftarkan dua tim untuk Lomba Cerdas Cermat, Tim Torosubang A dan Torosubang B. Tim pertama bertanding hari Selasa dan tim kedua bertanding hari Rabu untuk babak penyisihan. Sayang tim A kalah di babak penyisihan padahal tim A adalah tim unggulan. Namun, saya dapat maklum karena tim A melawan salah satu SD unggulan di Labuha.

Tim Torosubang B, yang terdiri dari Surono, Sahridho dan Irfan bertanding pada hari Rabu keesokan harinya. Awalnya saya pesimis tim Torosubang B akan dapat melaju ke babak berikutnya. Namun, keberuntungan (baca: kehendak Tuhan) berpihak pada tim SD Torosubang. Tim SD Torosubang mengalahkan SD Inpres Mandaong ( salah satu SD di Labuha) dan SDN Belang- Belang (salah satu SD Pengajar Muda) dengan skor  200 ; 100 ; - 50.

Siangnya, setelah babak penyisihan saya membawa anak-anak pulang ke desa. Sudah 3 hari 2 malam mereka di kota, saya ingin me-recharge lagi semangat mereka. Mungkin mereka sudah kangen dengan rumah dan keluarga di desa. Walaupun jarak dari desa saya hanya sekitar 30 menit dengan long boat, anak-anak sangat jarang pergi ke kota, dan mereka pun jarang berpisah dengan orang tua mereka.

Malamnya sebelum berangkat lagi ke Labuha, mereka saya kumpulkan di rumah. Jalan dan  rumah – rumah di Torosubang gelap. Sudah beberapa minggu ini mesin generator desa rusak. Ganti alat ini alat itu, tetap saja rusak. Namun gelapnya Torosubang malam itu, tidak mampu menyurutkan langkah kecil mereka meniti jembatan papan yang gelap menuju ke tempat saya. Dengan bermodal penerangan sebuah pelita, mereka dengan semangat menjawab berbagai latihan soal yang saya berikan. Bahkan tak jarang terdengar suara tawa lepas, ketika mereka dengan polosnya menjadikan latihan soal yang saya berikan sebagai bahan lelucon.

Tak ada beban dalam setiap gerak gerik mereka. Tak ada takut di mata mereka. Justru yang takut dan pesimis adalah saya. Babak semifinal tentunya lebih kompetitif dan sungguh ini bukanlah pertandingan yang adil. Kenapa tidak adil? Tiga bocah kecil itu berhadapan dengan anak-anak yang mendapatkan pendidikan selayaknya mulai dari mereka duduk di kelas I SD. Sedangkan Surono, Sahridho dan Irfan mungkin baru merasakan yang namanya ‘benar-benar sekolah’ sejak satu tahun belakangan. Sejak Indonesia Mengajar hadir di sekolah mereka. Tidak adil bukan?

Ketakutan saya berikutnya adalah takut motor penumpang terlambat datang sehingga mereka nanti terlambat ke Labuha. Dari kemaren, saya belum tahu lawan dan jadwal tanding SD saya pada babak semifinal nanti. Sehingga saya benar-benar harus taruhan dengan waktu. Namun, hari Kamis pagi itu motor penumpang sudah merapat di dermaga jam delapang kurang. Tidak sampai sepuluh menit menunggu muatan penuh, motor penumpang melaju ke Labuha. Jam delapan tepat. Sungguh saya bersyukur. Karena biasanya motor penumpang baru berangkat pukul setengah sembilan lewat.

Di tengah saratnya penumpang di atas long boat, saya mengamati ketiga anak saya yang sibuk membaca buku dan berdiskusi. Saya terpisah duduk dari mereka karena padatnya penumpang pagi itu sehingga tidak bisa duduk berdekatan. Pemandangan yang unik (Saya sempat mangabadikan momen ini, tapi kamera saya dengan tidak sengaja foto- foto tersebut terhapus). Mengingatkan saya pada saat saya SMA ketika sering mengikuti perlombaan di ibukota propinsi. Ketika bus ke ibukota melaju kencang dengan banyak penumpang bergelantungan tidak mendapat tempat, saya dan teman-teman justru asik membaca buku pelajaran sambil berdiskusi saling tanya jawab.

Sesampai di Labuha, kami masih sempat sarapan terlebih dahulu. Jantung saya berdetak makin kencang. Harap-harap cemas. Saya belum siap jika anak-anak harus kalah dan pulang dengan tangan kosong. Kasihan mereka.

Ternyata tim SD Torosubang bertanding pada putaran ketiga, melawan tim SDN 3 Labuha dan SDIT Insan Kamil B. Tanpa diduga, ternyata SDIT Insan Kamil tim A yang bertanding di putaran kedua memiliki masalah dengan panitia. Salah satu SD menggugat bahwa tim SDIT Insan Kamil A yang akan bertanding merupakan tim yang sudah kalah di babak penyisihan. Saya tidak tahu persis kenapa tim tersebut dipertandingkan kembali. Lomba diskors beberapa menit. Hingga kemudian tim SDIT merajuk dan membawa seluruh anak-anaknya pulang, termasuk lawan tanding tim SD Torosubang, yakni SDIT Insan Kamil B.

Pulangnya tim SDIT Insan Kamil B tentu memberikan peluang bagi SD Torosubang untuk terus melaju ke babak final. Namun, saat itu saya belum bisa tenang. Masih ada lawan mereka, SDN 3 Labuha. Akhirnya giliran tim saya yang bertanding. Saya makin panik ketiga juri meminta guru pendampin g untuk maju ke atas panggung. Seluruh tim yang akan bertanding di panggil ke atas panggun. Namu baru tim SD Torosubang yang muncul. Dipanggil berkali-kali, lawan tanding kami belum juga menampakkan wajahnya. Ternyata, SDN 3 Labuha juga tidak datang. Panitian meminta kami menunggu untuk menghubungi SDN 3 Labuha. Ternyata mereka tidak tahu akan bertanding saat itu. Kami diminta menunggu kepastian. Namun hampir 15 menit, lawan juga tidak muncul maka panitia memutuskan bahwa tim SD Torosubang melaju ke babak final. Alhamdulillaaaaaaahhh...!!!

Sungguh luar biasa skenario Tuhan bukan? Kenapa kedua lawan tanding kami tidak muncul? Kenapa harus Tim SD Torosubang yang bisa melaju ke final dengan begitu mulus? Bukankah ada campur tangan Tuhan disini?

Masuk ke final saja, saya sudah bersyukur luar biasa. Dalam hati saya terus berucap. Thanks God. Thanks God. Ini sudah lebih dari cukup. Jikapun nanti mereka kalah, setidaknya mereka sudah merasakan bertanding dengan SD terbaik se Kabupaten Halmahera Selatan. Ini akan menjadi pengalaman luar biasa bagi mereka.

Di final, tim SD Torosubang kalah menghadapi tim SD Tingkat Mandaong yang juga mengalahkan tim  SD Torosubang di babak penyisihan. Tidak apa-apa. Tim lawan memang lebih unggul. Namun, Tuhan ternyata tidak berhenti bekerja sampai disana. Kami masih menyaksikan pertandingan hingga perebutan juara III dan juara II. Juara I dimenangkan oleh SD Tingkat Mandaong sedangkan juara III oleh SDN 2 Amasing. Ketika perebutan juara III, salah satu runner up putaran sebelumnya sudah terlebih dahulu pulang. Dengan mengejutkan, panitia mengundang lagi tim SD Torosubang untuk mengikuti pertandingan perebutan juara III.

Karena satu-satunya SD di pulau yang bertanding di final, para penonton sangat mendukung tim SD kami. Seru sekali mereka ikut menyemangati anak-anak sore hari itu. Padahal tak satupun penonton dari Torosubang yang hadir. Anak- anak saya juga ikutan semangat. Sungguh saat itu, yang paling panik dan deg-deg an adalah saya, sementara anak-anak kelihatan tenang dan tidak secuilpun rasa takut di wajah mereka. Sekali lagi dengan mukjizat Tuhan, tim SD Torosubang berhasil memenangkan pertandingan dengan skor 200 – 100.  Saya setengah berteriak sambil terus mengucap syukur kepada Allah. Penonton juga tak kalah heboh menyambut kemenangan tim SD Torosubang. Mungkin pertama kali dalam sejarah Halsel, siswa SD di pulau berhasil memenangkan juara di Lomba  Cerdas Cermat tingkat Kabupaten. Ini sungguh –sungguh suatu mukjizat. Yes God, I can’t not be amazed for what You have done. 


Cerita Lainnya

Lihat Semua