BUDAYA TOLONG-MENOLONG

ANITA SYAFITRI S.Sos 1 Juni 2017

Saya telah melihat dengan penuh kekaguman atas apa yang dilakukan masyarakat desa. Beberapa tindakan saling membantu benar-benar masih dilakukan. Hari ini 9 Oktober 2016, seperti biasa saya mengikuti aktivitas masyarakat desa. Hari ini kami mengeminting. Mengeminting adalah aktivitas mengupas kulit keminting.Tau kah, keminting? Keminting itu kemiri. Daerah ini adalah daerah penghasil kemiri. Setiap harinya warga duduk dan mengupas kulit keminting. Yang membuat saya terkesima adalah apabila ada warga yang sedang mengeminting, warga lainnya akan datang untuk membantu padahal mereka juga mengambil pekerjaan itu di rumahnya dan boleh saja jika dia mengeminting di rumahnya seluruh hasil jual untuk nya namun tidak disini. Hanya sekedar membantu dan bercerita-cerita tanpa dibayar dari hasil yang dikerjakannya. Sedangkan dilain waktu jika ia yang mengeminting, warga lain kembali berkumpul di depan rumah warga tersebut. Intinya pembayaran bukan untuk siapa yang bekerja tetapi di rumah siapa dilakukan. Tetapi tidak ada kecemburuan sedikit pun, yahh hal ini tidak akan aku temui di kota. Mungkin ada, tapi sangat jarang. Saling bekerja sama, keikhlasan, dan kekompakan.Saya setiap hari juga meluangkan waktu untuk bergabung dengan warga, belajar mengeminting, dan mendengar mereka bercerita walau sering juga saya tidak paham dengan bahasa mereka. Hahah Apa yang saya dapat? Lagi lagi pengalaman, melihat langsung solidaritas antar warga yang sangat akrab, tulus, ikhlas, dan tanpa pamrih.

Tidak hanya itu saja, Manugal Misalnya. Manugal adalah menanam. Pahumaan yang sudah di bersihkan akan siap ditanam padi. Biasanya warga akan melaksanakan penanaman secara bergantian. Hal itu dikarenakan kegiatan manugal akan melibatkan warga lainnya. Misalnya saja hari Minggu ini Keluarga Mama Sanju akan menanam padi. Warga lain akan diberitahukan sebelumnya bahwa akan ada aktvitas manugal. Di Hari Minggu, warga akan datang ke pahumaan (ladang) keluarga Mama Sanju untuk membantu menanam. Tindakan tersebut tidak dibayar, pemilik lahan hanya menyediakan makanan untuk dimakan pada siang hari. Hal tersebut berlaku pada keluarga lainnya. Mereka saling bergantian untuk manugal dan benar-benar sangat membantu.  

Lain lagi saya juga pernah melihat aktivitas yang benar-benar cukup kental saling tolong menolongnya. Yaitu Maliuk. Maliuk adalah menangkap ikan dengan cara membentung satu aliran sungai yang bercabang dan mengeringkannya dari air. Saat sudah kering warga akan mengambil ikan yang ada diatas pasir atau batuan bekas sungai yang sudah mengering. Suatu siang, warga sudah bersiap dengan segala perlengkapan. Kami berjalan menuruni perkampungan kami menuju sebuah sungai jauh di belakang sekolah. Menyebrangi sungai dengan kedalaman sekitar 1 meter lebih. Berjalan bersamaan di dalam air dan sampailah pada seberang sungai. Warga mulai bergotong royong. Anak-anak mengambil batu-batu mulai dari yang besar hingga yang kecil. Memberikan kepada orang dewasa yang akan menyusun hingga ke tengah sungai. Tujuannya untuk membendung air sungai. Pasir dan goni pun disusun menutupi bebatuan tersebut. Sore pun menjelang, air seketika berhenti dan beralih ke aliran yang satunya. Warga berhasil menghentikan satu cabang air sungai. Wawww saya sangat terkesima. Warga dengan sigap langsung turun bersama dan menyusuri sungai yang sudah kering untuk menangkap ikan yang ada diantara bebatuan dan pasir. Mengumpulkan setiap ikan yang ditangkap dan memasukkan ke wadah yang sudah dibawa. Semua orang bekerja termasuk anak-anak. Semua ikan yang sudah didapat dikumpulkan disatu tempat. Dan kemudian dibagi rata kepada siapapun yang ikut, tidak melihat siapa yang paling banyak atau paling sedikit dapat. Sekali lagi saya menyaksikan Modal sosial yang luar biasa di kalangan penduduk Dayak Meratus Desa Loklahung.


Cerita Lainnya

Lihat Semua