Bu Guru, Les Kapan Lagi?
Anies Wahyu Nurmayanti 11 Agustus 2012Bel berbunyi apel siang akan segera dimulai di halaman sekolah untuk berdoa bersama dan bersalaman. Siang ini, anak-anak sebelum keluar kelas semua berteriak,”Ibu kapan katong les lagi?” dengan cepat saya menjawab, Ya siang ini kita les di sekolah. Tetapi kalian pulang dulu untuk makan pukul 13.00 WITA kembali lagi ke sekolah ya. Hari ini adalah hari kedua les di sekolah. Terik matahari dan tiupan debu tak menyurutkan langkah anak-anak kembali ke sekolah untuk mengikuti les. Anak-anak kelas VI setelah makan siang ke sekolah dan mereka sudah siap menerima les Bahasa Indonesia. Salah satu siswa berlari kencang saat mengetahui saya mengendarai motor menuju sekolah. Mereka tidak ingin terlambat dengan bercucur keringat sesampai di sekolah anak-anak memanggil saya, Good afternoon Miss Anies. Ternyata pelajaran Bahasa Inggris tadi siang sangat mereka suka. Guru Mulok tidak ada sehingga saya ganti dengan pelajaran Bahasa Inggris. Hari-hari berikutnya mereka memberi salam kepadsaya dengan sapaan bahasa inggris. Betapa senang hatiku melihat anak-anak meniru dan mempraktekkan apa yang telah saya ajarkan. Saya memulai pelajaran Bahasa Indonesia dengan bercerita dan mereka mulai memperhatikan karena dapat tugas untuk menceritakan kembali apa yang saya ceritakan. Anak-anak mulai menyiapkan alat tulis dan mendengarkanku. Saya bercerita mengenai apa tujuan mereka bersekolah dan mendorong motivasi mereka untuk ke sekolah ikhlas belajar.
Tak lama kemudian ada petugas PLN mau memperbaiki meteran listrik di sekolah, saya keluar berbicang sebentar mengenai kondisi listrik di sekolah. Tiba-tiba ada salah satu siswa lapor Ibu, Anjas dan Bayu sedang berkelahi di ujung kelas VI. Anak-anak saya suruh masuk di kelas. Tepat di depan pintu kelas saya mendengar siswa sedang berbicara dengan bahasa Rote sambil menunjuk tangan ke muka temannya. Saya tidak tahu apa yang mereka katakan, tetapi dengan nada dan gerakan tubuhnya mereka sedang bertengkar. Dengan langkah cepat saya mendekati mereka, awalnya saya bilang “Diam, satu kali masih tetap saja, dua kali saya bilang dengan berteriak. Mereka justru semakin memaki dan Bayu sudah mengepalkan tangannya dengan mata melotot mukanya kemerah-merahan seperti orang kesurupan ingin memukul Anjas. Anjas pun mulai emosi juga, hampir saja mereka berkelahi di depan kelas. Saya langsung melerai mereka dibantu dengan siswa lain. Saya memegang Bayu dan menyuruhnya untuk duduk. Begitu pula dengan Anjas saya suruh duduk.
Di kursi mereka masih tetap saling memaki dengan bahasa Rote yang kasar. Saya minta penjelasan kepada mereka apa masalahnya yang memicu pertengkaran ini. Mengapa kalian berbicara dengan Bahasa Rote? Kata salah satu siswa, menjelaskan gara-gara bola mereka bertengkar. Selesai saya bicara Anjas dan Bayu masih saja berbicara kasar, kesabaran saya pun beralih emosi dengan cepat tangan ini menggebrak meja sambil berkata DIAM.. Mereka langsung diam, anak-anak yang lain menundukkan kepala dan ada yang matanya berkaca-kaca. Dengan cara seperti itu ternyata bisa menenangkan anak yang berkelahi. Dengan nada pelan saja tidak mempan untuk mereka, ketegasan sangat perlu.
Suasana kelas menjadi hening, dan terdengar suara dari ujung belakang. Gara-gara Anjas, Bayu, Yolan Ibu jadi marah. Ayo kalian segera berpelukan dan minta maaf. Ingat tiga kata ajaib di depan: Tolong, Maaf, Terima Kasih, sahut Deri, Debi, Selus. Saya segera mengkondisikan kelas dengan berkata, kita adalah siapa? Semuanya menjawab keluarga. Kalau keluarga, apa yang seharusnya dilsayakan? Jawab anak-anak saling menolong, meminta maaf, saling membantu, dan tidak boleh memukul. Tiga anak ini masih saja duduk di kursi dengan menundukkan kepala. Akhirnya saya bilang, masalah harus selesai hari ini juga tidak ada dendam atau saling memukul di luar kelas. Kalau ada yang saling memukul berarti kalian semua tidak menganggap Ibu adalah keluarga kalian. Kalau ada yang memukul, silakan pukul Ibu sekarang juga. Anak-anak yang lain menjadi ribut, awiii...mereka saling menatap satu sama lain dan serentak bilang, Ibu adalah keluarga kita dan guru kita. Hatiku tersentak mendengarnya, hampir saja air mata ini jatuh. Matsaya sudah berkaca-kaca, perasaan bercampur haru dan tsayat tidak bisa mengendalikan mereka.
Ada sesuatu hal yang menggelitik, tiba-tiba Deri bilang “Good afternoon Miss, plok...sambil dipraktekkan oleh Debi mencium tangan Deri dan Deri menampar pipi Debi”. Kejadian ini telah merubah suasana kelas anak-anak semuanya tertawa. Anjas, Bayu, dan Yolan pun ikut tertawa. Kemudian satu per satu berdiri di depan hadapanku. Mereka berpelukan dan minta maaf. Kesabaran dan ketegasan sangat diperlukan untuk meredam emosi siswa. Dengan mengajak mereka berdamai dengan diri sendiri serta peraturan kelas pada awal masuk sangat penting dibuat dan disepakati bersama dengan anak-anak. Peraturan ini dan kalimat Kita adalah Keluarga, sangat ampuh untuk mengendalikan perbuatan dan tingkah lsaya mereka. Kalimat itu adalah kalimat yang sangat ampuh dan mereka memiliki sense of belonging satu sama lain. Perkelahian ini bisa diredam dengan kalimat “Kita adalah keluarga”. Terima kasih banyak untuk bu guru Anggun yang telah berbagi cara mengkondisikan kelas dan kalimat kita adalah keluarga.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda