Pasar Pagi Poom
Agung Rangkuti 27 Februari 2017Hari itu, pasar pagi Poom yang biasanya ada di ujung kampung pindah tempat ke SD YPK Bethel Poom l. Terlihat beberapa anak sibuk menata barang dagangannya. Beberapa anak lain sibuk menyiapkan uang dan noken bersiap untuk berbelanja. Sementara anak lainnya mengambil posisi sebagai penonton. Ya ini adalah kegiatan pembelajaran kami di pagi itu, yang saya kemas dalam bentuk role play interaksi jual beli di pasar. Anak-anak kelas lima dan enam yang menjadi pelakonnya.
Seminggu sebelumnya saya sudah menjelaskan bahwa minggu depan kami akan praktek interaksi jual beli, setelah saya berikan penjelasan mengenai konsep sederhana dari jual beli. Saya kemudian memberikan tugas kepada anak-anak untuk mereka membagi tugas membawa beberapa barang yang akan kami gunakan demi keperluan praktek jual beli.
Semua anak bersemangat, ada yang berebut ingin membawa pinang, ada yang ingin membawa kasbi, sagu, pisang, sirih, minyak kelapa, daun pisang, sayur dan ikan. Semua mendapat tugas dan semua bersemangat. "Pak guru, tong bawa sagu satu tumang kah?" Tanya Harisanto. "Wah jangan satu tumang, nanti kou pu bapak bisa marah pak guru. Kou bawa sagu cukup satu loyang kecil saja". Jawab saya panik mendengar Hari akan membawa sagu satu tumang. Tumang itu sendiri adalah tempat sagu yang ukurannya sangat besar (setinggi pinggang orang dewasa) yang terbuat dari daun sagu dan daun bobo yang dianyam membentuk seperti tabung.
Tiba hari yang saya janjikan untuk kami melakukan role play. Saya mengecek barang-barang yang sudah dibawa anak-anak, rupanya ada dua orang anak yang tidak membawa barang yang sudah ditugaskan pada dirinya yakni membawa sayur dan ikan segar. "Oke tidak masalah tarada ikan dan sayur, kitong akan tetap praktek ya hari ini," ucap saya. Mengambil tempat di beranda sekolah lama, anak-anak mulai menyusun barang dagangan yang sudah mereka bawa, persis tidak ada bedanya dengan kondisi di pasar pagi Poom yang ada hanya di hari selasa, kamis dan sabtu. Kemudian saya membagi anak-anak menjadi beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari enam orang. Kemudian setiap kelompoknya dibagi lagi, tiga orang mendapat peran menjadi penjual dan tiga orang menjadi pembeli dan akan bergantian peran nantinya. Saya berikan arahan kepada mereka untuk melakukan transaksi jual beli layaknya pedagang sungguhan di pasar.
Lampu, kamera, action...... Terdengar aba-aba yang biasa kami berikan untuk memulai suatu pertunjukan. Role play pun dimulai, para pedagang menyusun dan menawarkan dagangannya. Sementara para pembeli bermodalkan uang pecahan 100 rb, 50 rb, 20 rb, 10 rb, 5 rb, 2 rb dan ribuan yang sudah saya pinjamkan mulai berdatangan. Sedangkan siswa lain menonton sambil menunggu giliran. Calon pembeli datang menanyakan barang kebutuhannya. Sedangkan penjual dengan sigap melayani para pembeli. Kemudian terjadilah proses "baku tawar" (tawar menawar) harga barang yang dibutuhkan calon pembeli.
Walaupun pada kenyataannya di sini (Papua pada umumnya) jarang sekali terjadi proses tawar menawar, karena biasanya pembeli disini akan langsung membayar harga barang yang diberikan penjual. Namun saya mengarahkan anak-anak untuk melakukan baku tawar sampai mencapai harga yang disepakati kedua pihak. Hal ini tidak lain untuk melatih kemampuan komunikasi mereka. Pada saat proses pembayaran pun terjadi proses pembelajaran matematika sederhana. Penjual harus berpikir cepat untuk menyiapkan kembalian dan mengurangi uang pembeli dengan harga yang sudah disepakati. Begitu pun dengan pembeli, harus memastikan apakah uang kembalian tersebut benar atau salah.
Di sisi lain pun anak-anak jadi belajar pecahan mata uang yang berlaku saat ini. Sering kali yang terjadi di kampung kami penjual di pasar atau di warung menolak uang dari pembeli dengan alasan uang yang diberikan pembeli sudah tidak berlaku. Padahal uang pembeli masih berlaku bebas dipasaran. Pengetahuan ini yang ingin saya berikan kepada anak-anak, terlebih saat ini baru saja keluar uang pecahan versi terbaru.
Satu per satu kelompok mengambil perannya di role play jual beli ini. Meskipun ada beberapa anak yang malu-malu saat melakukan dialog saat, ada yang kebingungan saat menghitung kembalian atau uang yang kembalian salah jumlahnya, namun yang saya senang adalah mereka sudah mau dan berani mencoba. Semangat dan kecerian mereka hari itu membuat suasana kelas menjadi lebih menyenangkan.
Setiap hari adalah proses pembelajaran bagi anak-anak, karena mereka selalu butuh hal-hal baru dan menyenangkan dalam proses pembelajaran. Begitu juga dengan saya yang menjadi teman mereka saat belajar, dituntut untuk selalu belajar memahami karakter masing-masing anak, cara atau gaya belajar mereka dan menentukan metode apa yang tepat untuk mereka. Hari itu kami pun sama-sama belajar bahwa sejatinya proses belajar itu bukan hanya tentang kelas, papan tulis hitam dan kapur, namun tentang kesungguhan untuk mencoba.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda