info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Mas Guru Punya Cerita: Trial Version di TPA Tatibajo

Agung Firmansyah 22 Oktober 2011

Sebelum lebaran, sahabat SMA saya mengirim meja ngaji untuk anak-anak TPA Tatibajo. Meja itu adalah hasil penggalangan dana. Saya mau cerita sebuah rahasia, tapi jangan bilang siapa-siapa ya :D.

Di proposal penggalangan dana itu TPA di kampung kami saya memberi nama TPA Barisan Penerbang :D. Dapat dari mana tu nama? Namanya boleh nyontek :oops: dari salah seorang PM lain yang menyebut murid-muridnya Barisan Penerbang (mungkin terinspirasi dari Laskar Pelangi). Nama asli TPA-nya? TPA Tatibajo, so ordinary :D.

Okey, kembali ke meja mengaji.

Jumlah mejanya 20 biji. Anak yang mengaji totalnya 30 lebih. Bahaya. Meja-meja ini, kalau tidak ditangani dengan baik bisa berpotensi menyebabkan perang sipil di antara anak-anak peserta ngaji.

Aka inde’e???? Kodi’ mendiolu :evil: ! [Apa(-apaan) ini???? Saya (yang) duluan :evil: !]”.

Demi menghindari perang, meja ngajipun masuk gudang. Sampai saya kembali dari Surabaya, mejanya masih di gudang.

Singkat cerita, ide untuk menghindari perang sipil gara-gara meja ngaji muncul. Ide ini terbesit ketika saya sedang ‘berbuat ikhlas’ :D .

...

Kala maghrib, saya hitung berapa anak yang datang mengaji hari itu. Kalau yang datang lebih dari 20, meja ngaji tidak jadi dibawa karena jumlah mejanya cuma 20 :D.

Saat menemukan hari yang pas, eja ngaji dibawa ke masjid. Setelah sholat dan doa, anak-anak diberi intro dulu mengenai meja ngaji. Intronya berisi doktrin-doktrin favorit saya :twisted: , mulai dari adanya orang-orang di luar sana yang tidak kenal dengan mereka tapi mereka rela membagi rezekinya agar anak-anak Tatibajo bisa belajar sampai bahwa meja-meja imut ini adalah milik mereka bersama, makanya harus mereka jaga bersama-sama.

Intro selesai, do’a dimulai. Selesai berdoa langsung meja ngaji dibagi-bagi. Anak-anak mulai ribut, berebut meja yang sejak tadi mereka incar. Kegaduhan khas bocah seperti ini memang sudah sunnatullah. Karena itu, santai saja.

Setelah suasana tenang, kami memulai hafalan surat dan doa-doa pendek. Setelah itu jala mulai dilempar :wink: . G = guru, M = murid.

G: “Mejanya bagus ga?”.

M: “Bagus Paaaaak ... !”.

G: “Enak dipakai mejanya?”.

M: “Enaaaak ... !”.

G: “Kenapa enak? :D ”.

M1: “Enggg.... Belakang (pungung) tidak sakit.”.

M2: “(mejanya) Bagus dilihat, Pak.”.

M3: “Bisa dipakai karate, Pak. (muka polos)”.

G: “Gubraaaak ... #$%^&*$%^&* !”.

G: “Nah, siapa-siapa yang besok hafal wailul li (QS Al Humazah), bisa pakai mejanya buat belajar :cool: .”

M: “Kalau yang belum hafal, Pak?”.

G: “Belajar, supaya hafal. Nanti dapat hadiah boleh pakai meja. :cool: ”.

Ya, malam itu adalah malam trial. Meja mengajinya masih dalam trial version. Setiap anak yang datang mencicipi nikmatnya mengaji menggunakan meja :oops: . Setiap anak yang tidak datang malam itu mendapatkan cerita yang menggiurkan dari pengajian semalam. Semua anak ngiler. Ngidam meja ngaji.

Subhanallah.

Sejak malam itu anak-anak berlomba menghafal surat Al Humazah. Pagi main kelereng sambil hafalan. Hum (gambreng) sebelum main bola sambil tanya-tanya tentang hafalan. Mandi setengah telanjang di sungai juga tak luput dari hafalan. Malam harinya, balapan angkat tangan untuk ngetes hafalan.

“Gratis, coba-coba berhadiah. Silakan coba hafalan wailul li, siapa tahu dapat hadiah meja.”, begitu iklan resmi dari gurunya.

Hari pertama tes hafalan, hanya 4 biji meja ngaji yang berhasil disebar. 16 lainnya tersimpan di mimbar, membuat peserta ngaji (yang belum hafal) clingak-clinguk, ngiler ingin memakainya.

Hari kedua mengaji, hari ketiga, dan seterusnya semakin sedikit meja yang tersimpan di mimbar. Alhamdulillah, sampai anak-anak yang belum sekolah pun ikutan menghafal. Dia ingin memakai meja ngaji hasil jerih payahnya sendiri, bukan pinjaman dari kakaknya.

Sebulan lebih berlalu. Tes hafalan belum berhenti, hingga malam tadi. Semalam, seluruh anggota TPA Tatibajo sudah hafal surat Al Humazah. Artinya 30-an orang berhak atas meja mengaji. Apa daya, hanya tersedia 20 meja. Sebagian anak-anak pemberani mengalah tidak dapat meja. Biar yang kecil dulu, begitu katanya kalau ditanya. Kagum saya rasanya dengan jawaban itu. Ini murid-murid saya, senyumku dalam hati.

Alhamdulillah, walau meja kurang, perang sipil tidak terjadi, tapi kemungkinan pecah masih ada. Untuk menghindarinya, segera saya kirim email ke sahabat saya itu, “Da, aku iso pesen mejo ngaji maneh?”.

Bersambung …. ! Nantikan episode-episode ‘Mas Guru Punya Cerita’ di blog yang sama.

Tulisan ini juga ditulis di sini.


Cerita Lainnya

Lihat Semua