info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Minggu sebelum Natal

Adeline Susanto 2 Januari 2011
19-23 Desember 2010 Minggu yang Awesome! *jadi kangen Adi Garuda btw* Hari Minggu 19 Desember 2010 Hari ini aku ikut Ibu pergi ke sawah. Bukan untuk menanam lagi. Sudah lewat masa tanam bibit padi. Sekarang adalah saat untuk menyiangi padi dari rumput-rumput hama yang tumbuh di sekitar padi. Tidak pernah terbayang untuk aku masuk ke sawah dan bermain-main dengan tanah becek. Rumput-rumput hama ini tidak dicabut melainkan disembunyikan di bawah tanah. Menarik. Petani tidak membuang rerumputan ini tapi justru menjadikannya nutrisi tambahan untuk padi dengan menghilangkan sifat hamanya. Tidakkah itu mengingatkanmu tentang hidup? Bahwa setipis apapun kamu mengupas detail, selalu saja ada dua sisi. Apakah itu sisi yang mengganggu, ataukah sisi yang justru menolong. Kitalah yang harus memutuskan, sisi mana yang akan kita hadapkan pada kita. Memang proses ini belum selesai. Rumput-rumput baru akan tumbuh lagi beberapa waktu ke depan. Ibu sedang menunggu air sawah berkurang supaya dapat menyemprotkan herbisida. Maklum, beberapa hari ini hujan deras sehingga sawah penuh dengan air. Pulang dari sawah, ada orang media yang datang ke rumah. Pak Safri Bolong dari Sandeq Pos. Beliau ingin mengupas kehidupan pengajar muda di Majene. Macam acara gosip “Silet” saja. Saya tidak terlalu antusias mengingat banyaknya wartawan yang datang ke sekolah untuk meminta majalahnya dibeli. Sebut saja majalah Jurnal yang menjual majalah 25 ribu menjadi 45 ribu dengan alasan yang pertama adalah harga cetaknya saja. Sandeq pos adalah koran lokal SulBar. Cakupannya di sekian ratus SD di seluruh kabupaten kecuali Mamuju Utara. Kantornya bertempat di kediaman Pak Safri di Lakkading. Pak Safri ini mengaku bahwa dirinya bukanlah wartawan tetapi lebih ke bagian biro periklanan. Apabila dia menemukan berita menarik, akan diserahkan kepada jurnalisnya untuk menuliskan. Selain mengurusi Sandeq Pos, beliau juga bekerja di PDAM. Sedikit banyak ia memberitahu Bapak ibu tentang pentingnya PDAM untuk di desa. Ya, walaupun ide ini sebenarnya ditolak mentah-mentah. Kenapa? Air saat ini masih melimpah di desa, dan gratis. Kalau memakai air dari PDAM, kata “gratis” itu mendapat bonus kata “tidak” di depannya. Tidak terlalu ingat apa lagi yang kami bicarakan, lebih banyak saya yang bertanya karena agak malas ditanya. Senin 20 Desember 2010 Hari ini mengajar lagi puisi Bahasa Inggris untuk calon peserta lomba Porseni. Dari Sabtu sampai Kamis aku dijadwalkan untuk berselang-seling mengajar di SD Palla-Pallang dan SD 42 Palipi untuk mengajar MIN Poniang, SD 45 Parassangan, SD 19 Limboro, SD 10 Palla-Pallang tentunya, dan SD 48 Tullu Bulan, SD 9 Banua, SD 21 Totolisi, SD 42 Palipi, serta Sekolahku SD 29 Totolisi. Untuk SD 19 limboro, kuserahkan saja pada Sakti. Sepulang dari mengajar, aku mampir ke tempat guru Bahasa Inggris MIN Poniang, Kak Hadrawati. Aku mengenal kak Hadra di ETC (English Training Centre) Majene. Ternyata rumahnya sekaligus dijadikan tempat les Bahasa Inggris juga. Saat aku datang, beberapa muridnyapun datang. Setelah sedikit berbincang dalam bahasa campur aduk. Saya pulang. Sebelum pulang, diajak foto lagaknya artis. Siang ini saya berencana kembali ke sekolah untuk menempel hasil karya anak kelas dua. Saat asik-asiknya menempel, datanglah Bu Anti mengingatkan saya bahwa ini adalah hari ulang tahun kemenakannya. Oh ya! Lupa.. beberapa hari lalu Bu Anti meminta tolong saya jadi MC ultah keponakannya. Tapi saya menolak, dengan alasan saya tidak dikenal di lingkungan itu. Saya berjanji akan membantunya. Bu Anti membantu saya menyelesaikan pekerjaan di kelas dan langsung membawa saya ke rumah kemenakannya naik motor. Ngeeeeng... Sampai di rumahnya, sudah ramai anak-anak berkumpul. Ribut sekali dan saya dipersilahkan maju dan memimpin. Loh? Bukannya janjinya saya hanya membantu? Bu Anti dengan senyum liciknya berpindah ke belakang sambil memegang kamera. Ha ha ha. Ya baiklah, kuajak saja mereka bersinyal “halo-hai” lalu bernyanyi selamat ulang tahun, berdoa, tiup lilin, potong kue, foto bersama ibu, lalu anak-anak mendapatkan “jatah makanan dan bingkisan”. Pesta ulang tahun yang sangat cepat. 30 menit pas. Saya tidak enak, tapi sepertinya anak-anak senang. Mudah-mudahan. Aneh sekali rasanya jadi MC dadakan tanpa tau apa yang diinginkan oleh sang putri ulang tahun maupun ibundanya. Dan seperti yang telah terjadi di tempat lain, sejak acara selesai, kalau saya sedang lewat ke daerah itu, selalu saja ada yang ber”halo-hai” pada saya. Selasa, 21 Desember 2010 Hari ini aku menghadiri kawinan adik Kepala Desa Sendana. Untuk kawinan yang satu ini, aku mendapatkan undangan pribadi, tidak atas nama Bapak seperti undangan-undangan sebelumnya. Aku pergi bersama Bu Anti, karena Bapak sudah duluan pergi setelah sholat jenazah. Akhirnya aku dapat kesempatan untuk melihat pernikahan dengan baju Mandar. Seperti beberapa pernikahan di Jawa, pengantin berganti pakaian 2-3 kali selama resepsi pernikahan. Di sini, umumnya siang adalah waktu untuk pakaian mandar, sore untuk kebaya, dan malam untuk baju nikah putih. Sebelumnya, aku selalu baru bisa datang sore atau malam. Rupanya Pak Kepala Desa antusias melihat kedatanganku. Memang saat itu sudah tidak ramai pengunjung. Aku diajak berfoto dengan mempelai. Tentang band, tetap saja ada, dan sangat keras. Sambil orang-orang bernyanyi dengan suara nyaring. Kasihan sekali para tetangga harus tinggal dengan kebisingan itu sampai tengah malam. Apa jadinya kalau setiap saat ada yang menikah di daerah tersebut menggunakan sound system yang sama. Bisa jadi pendengaran penduduk di sana berkurang beberapa oktaf dalam waktu singkat. Hari ini aku juga mampir di rumah Pak Imam. Akhirnya bisa mampir. Pak Imam adalah sepupu satu kali Bu Anti, jadi aku bertamu dengan bertamengkan Bu Anti. Rupanya ada adiknya Bu Imam yang sedang berkunjung di sana. Ia adalah dosen di UIN Makasar, mengajar PAI dan Theologi. Waw.. Ia mempertanyakan program Indonesia Mengajar ini. Tampak ungkapan-ungkapan pesimis seperti, “Apa tujuan program ini? Dari mana dananya? Lalu kedepannya bagaimana? apa ada pengaruhnya kalau satu orang satu desa?” dan sebagainya. Sepertinya jawaban standar tidak cukup memuaskannya. Ya, semoga dia bisa berbuat lebih baik. Amin. Anak-anak sudah menunggu di depan rumah. 4 orang anak kelas 2 hari ini datang. Mau membuat boneka kertas seperti yang pernah kugunakan di kelas untuk bercerita tentang pentingnya menjaga lingkungan. Ya cerita yang kuberikan setelah aku marah dan keluar kelas. Sudah beberapa minggu berlalu rupanya mereka masih ingat jalan ceritanya. Luar biasa efek dari pura-pura marah itu. Rabu, 22 Desember 2010 Hari ini kuhabiskan di kelas dengan berlatih soal-soal ujian. Tiba-tiba ada panggilan untuk rapat pemantapan Porseni jam 09.30 di SD. Palla-Pallang. Rapat baru mulai sekitar pukul 10. Dan berakhir sekitar pukul 14.00. Wah, rapatnya kemana-mana jalurnya. Bolak-balik tidak terfokus. Akhirnya, setelah 3 jam berlalu, baru diputuskan untuk rapat teknis per cabang lomba.  Semoga seksi lainnya tidak terabaikan. Agak meragukan melihat cara kerjanya. Kamis, 23 Desember 2010 Akhirnya hari ini datang. Nanti malam aku dan ke-6 PM lainnya akan ke Makassar. Untukku, aku akan merayakan Natal di sana. Maklum, di Majene hanya ada 1 gereja dan umumnya pendatang semua sehingga saat Natal kebanyakan pulang untuk bernatalan dengan keluarga. Oleh karenanya, kebaktian Natal di GPIB Majene dilaksanakan tanggal 17 Desember 2010. Lalu, untuk teman-teman lain, Fauzan misalnya, ingin nonton Harry Potter, yang sayangnya ternyata sudah habis tanyang. Kita lihat saja apa yang nanti akan ditonton. Yang pasti, kami semangat sekali untuk berlibur. Setelah selesai mengajar di sekolah, mempersiapkan anak-anak untuk menjawab soal-soal ulangan tengah semester yang akan dilaksanakan mulai 27 Desember. Deg-degan sebenarnya, mengetahui bahwa saya membuat soal sesuai dengan standar kurikulum di saat mereka masih sulit membaca dan menulis. Walaupun saya yakin sebagian besar dari mereka dapat menjawabnya kalau dibacakan pertanyaanya. Yah, kita lihat nanti waktu hari pelaksanaan. Aku ke Majene bersama Bu Uni yang memang kos di Majene. Setelah aku selesai mencuci dan dia memindahkan data lagu-lagu dari laptopku ke miliknya, kamipun berangkat. Dengan baiknya, beliau mengizinkanku mengemudikan motornya dan dia duduk di belakang. Itu rekor terjauhku menggunakan motor, dari jalan Poros desaku menuju Kota Majene. Hampir terjatuh beberapa kali, dan lompat lompat ketika jalan berantakan, ditambah gerimis-gerimis serta kebecekan yang membuat celana kotor. Sudah bisa dipastikan sebelumnya , malamnya aku gatal-gatal karena tetap mengenakan celana yang kotor sampai Makassar. Yang pasti aku, bangga bisa sampai dengan selamat. Hanya oleh karena berkat Tuhan kalau dipikir-pikir. hahahaha berangkatlah Aku, Arrum, Fauzan, Sakti, Agung, Soleh, dan Wiwin menuju ke Makassar dengan Bus Litha jam 8 malam. Melihat busnya, kami terharu. walaupun bertuliskan "Pi Ai Pi" tapi dalamnya benar-benar kelas "VIP". Masih bus baru memang. Wiwin langsung tertidur di menit-menit awal menempelkan pantatnya di kursi. Dia menemukan kursi busa seperti menemukan harta karun untuk tujuh turunan. perjalanan pertama kami keluar Majene pun dimulai..  Sayang Nisa, Tika dan BK tidak ikut dengan alasan berbeda-beda.

Cerita Lainnya

Lihat Semua