Hari Minggu kedua

Adeline Susanto 4 Desember 2010
20-21 November 2010 Hari sabtu datang! Wah minggu ini cepat sekali rasanya. Menyenangkan bisa mencapai hari Minggu lagi. Sore hari aku berencana menginap di rumah Ka Eda di Majene supaya besok tidak buru-buru ke gereja. Pagi ini aku mengamati kelas 5. Sedikit kaget mengetahui bahwa guru juga kurang menguasai perkalian dan kurang memperhatikan bahan ajar. Senang tetap karena anak-anak antusias belajar. Baik benar ataupun salah, anak-anak itu mau belajar. Kelas diakhiri dengan aku mengajarkan lagu Indonesia Raya. Belum bisa mencapai nada yang benar karena mereka sudah terbiasa dengan nada yang salah. Setidaknya saya mengajarkan sikap yang benar menyanyikannya dan kenapa kita harus bangga dengan lagu ini. Selesai pelajaran, aku masuk ke ruang guru dan kaget karena ada banyak guru di sana. Guru-guru yang belum kulihat tadi pagi. Ternyata ada wartawan koran Sindo mencariku.  Dia memang memvideokan ketika aku mengajar bernyanyi tanpa seizinku. Sedikit-sedikit aku berbicara tentang kesanku seminggu di Majene dan tentang proses belajar mengajar. Bapak Kepala Sekolah mengatakan bahwa memang guru di sekolah ini sedikit walaupun tidak terlalu terpencil. Entah apa itu juga bermaksud menyindir guru-guru yang memprioritaskan hal lain. Mungkin kalau saat itu tidak ada guru-guru, aku dapat menceritakan kekesalanku. Sore aku menuju ke Majene naik PTPT (atau petepete, ntah mana yang benar). Ada hal menarik di sini. PTPT ada seorang bapak yang menegur semua orang di dalamnya. Teguran untukku adalah supaya tidak menggunakan HP di dalam PTPT karena banyaknya kriminalitas yang terjadi. “Cewek itu lemah” katanya. Kuberikan saja senyum memaksa sambil memasukkan HP untuk sedikitnya memberi rasa hormat. Supir PTPT diancam akan ditangkapnya kalau masih memasukkan penumpang padahal sudah ada 10 orang di dalamnya. Bapak ini mengaku berumur 67 tahun, pernah menjabat sebagai Wakapolres Sulsel, pemilik Hotel Tiga Bintang, dan baru dari Palipi mengantarkan kapalnya yang mau berangkat. Kenapa dia naik PTPT? Katanya ia masih mengurus asuransi mobil baru yang baru akan datang minggu depan. Kutanyakan namanya dan dia jawab rahasia. Aku senang karena dia membayari PTPTku. Hahahaha pertemuan yang aneh. Setelah pertemuan ini, aku bertemu dengan Ka Eda. Ka Eda satu kos dengan seorang polisi yang ternyata mengenal bapak tersebut. Namanya Pak Mondehe. Dan apa yang Bapak ini ceritakan adalah benar. Menurutnya, Bapak tersebut mulai galak setelah pensiun, sindrom paska kekuasaan mungkin. Majene memang kecil, ka Alfar, guru SDN 21 Totolisi yang kebetulan bertemu saat aku, ka Eda, dan Ka Yayat (wartawan Media Indonesia yang kamar kosnya di sebelah ka Eda) berkunjung ke Pantai Barane, juga mengenal beliau. Lebih parahnya, rumah Pak Mondehe ternyata dekat dengan rumahnya. Ka Alfar menunjukkan sebuah rumah panggung yang besar dan mengatakan bahwa itu adalah rumah pak Mondehe. Rumah tradisional yang sangat bagus! Aku menikmati sore Majene dengan menatap sisa senja di pantai Barane. Indah sekali pemandangan sebelum gelap. Nuansa langit merah muda berpadu dengan warna hijau biru lautan ditambah kapal-kapal nelayan membuat sore itu begitu cantik. Lain waktu aku harus berenang di sini. Malam itu aku makan mie ayam bakso yang enak sekali. Namanya menunya adalah ‘Stepan’, yang baru saya tau itu kepanjangan dari ‘setengah pangsit’ dan berarti mie ayam pangsit pakai bakso tapi setengah-setengah porsi. Malam sebelum tidur berakhir dengan bincang-bincang panjang lebar tentang berbagai hal dengan ka Yayat, ka Eda, dan Taufik (mahasiswa Ekonomi UNM) sambil menyantap jeruk bali seukuran lebih besar dari kepala manusia. Sambil tidur aku baru sadar betapa sepinya desaku dibandingkan kehidupan kota. Malam itu aku terjaga beberapa kali karena ada suara-suara di luar seperti motor, ketukan pintu, dan sebagainya. Sepertinya aku sudah terbiasa dengan kesunyian sehingga ada sedikit suara dapat membangunkanku. Pagi hari aku sarapan di depan kos Ka Eda. Ada rumah pengrajin ukiran Jepara di sana, dengan Bapak Emak yang sangat baik dan mempersilakan kami makan ikan asin, telur, dan babat yang sangat enak! Setelah makan, ka Eda mengantarku ke gereja dan di sana aku berkenalan dengan pendeta serta para majelis. Setelah gereja, aku bertemu dengan Ka Alfar yang mengundang untuk makan siang di rumahnya. Kami bertemu di GOR Majene, dan sambil menunggu Ka Eda datang kami bermain bulu tangkis. Senang sekali rasanya memegang raket, aku bermain tanpa pemanasan dan dengan kekuatan sampai membuat jempol kapalan. Makanan di rumah ka Alfar luar biasa. Ibunya memasak dengan sangat baik berbagai makanan mulai dari bakso, ikan bakar, ayam goreng, es buah, dan puding. Benar-benar minggu adalah waktu istirahat. Bersiap pulang dan pergi ke kawinan bersama Bapak Ibu. Semangat untuk seminggu ke depan!

Cerita Lainnya

Lihat Semua