Teknik Mengajar 6 Kelas Sekaligus

Muh Asnoer Laagu 4 Desember 2011

Membuka jendela kamar di pagi hari yang sangat cerah walaupun semalam hujan lebat mengguyur desa kami, memanaskan air untuk mebuat secangkir kopi sebagai teman setia dipagi hari. Membuka laptop dan mengerjakan beberapa tugas untuk sekolah sambil melihat pemandangan yang luar biasa indah di halaman sekolah, pemandangan yang selalu setia menemani ketika hujan lebat telah mengguyur tempat kami yakni halaman sekolah penuh dengan air dengan kondisi tanah yang becek dan berlumpur. Tanpa terasa waktu menunjukan pukul 07.00, anak – anak sudah banyak yang berdatangan kesekolah, sambil menunggu waktu pelajaran dimulai anak – anak tersebut bermain dihalaman kelas masing – masing karena biasanya mereka bermain di halaman sekolah namun karena kondisi halaman sekolah yang berlumpur membuat mereka tak berdaya untuk menaklukan genangan air yang berlumpur tersebut. Detik – demi detik pun berlalu jarum jam menunjukan puku 07.30, sebenarnya pada jam tersebut anak – anak sudah harus masuk ke kelas masing – masing, namun belum ada satupun sosok guru yang menampakkan dirinya disekolah.

Dengan penuh keyakinan saya pun bangkit dan langsung menginisiasi anak – anak tersebut untuk berbaris rapi di depan kantor sekolah, setelah memberikan sedikit pengarahan singkat, kami pun melakukan operasi kuning yaitu membersihkan halaman sekolah dari sampah – sampah plastik yang berserakan. Setelah operasi kuning berjalan dengan semprna, anak – anak pun saya arahkan untuk berbaris didepan kelas masing – masing, dimana setiap ketua kelas menyiapkan kelasnya masing – masing, memimpin doa, dan masuk kelas untuk menunggu guru yang akan mengajar di kelas mereka.

Jarum jam sudah menunjukan pukul 08.00, hanya satu sosok guru yang selalu hadir dan sangat bersemangat dalam mendidik anak didiknya, beliau adalah wali kelas 3 sekaligus bapak angkat saya selama menetep di desa ini. Namun untuk menghadapi 6 kelas sekaligus beliau mengatakan bahwa dia tidak sanggup untuk melakukan hal tersebut. Dengan cepat pun otak saya mulai berpikir untuk mengajar 6 kelas sekaligus ketika guru – guru tidak ada yang hadir. Akhirnya saya pun menemukan sebuah motode untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu teknik yang saya gunakan adalah “melempar batu melalui percikan air”, sebuah batu yang di lemparkan diatas air akan melompat – lompat melalui percikan air tersebut, sehingga sekali melempar bisa jadi melewati 8 percikan air. Metode tersebut saya gunakan ketika belum ada seorang guru pun yang hadir, dan ternyata metode tersebut sangat efektif dan membuat semua anak mendapatkan hak untuk belajar disekolah. Seorang pengajar muda harus siap untuk menghadapi sekolah yang kekurangan guru, jika dianalogikan seorang pengajar muda itu sama dengan 10 guru disekolah penempatan masing –masing. Keikhlasan merupakan faktor utama dalam melaksanakan metode mengajar 6 kelas sekaligus, karena tanpa keikhlasan sebuah batu yang kecil pun tak akan mencapai beberapa percikan air ketika dilemparkan. Namun ketika keikhlasan itu ada, batu yang besar pun bisa melewati bebereapa percikan air saat dilemparkan. Keikhlasan seorang pengajar muda dalam menggantikan guru – guru yang tidak hadir sangatlah penting, selain menjadi role model pengajar muda pun harus bisa memberikan inspirasi bagi anak didiknya ataupun masyarakat disekitarnya.

Seiring dengan berjalannya waktu, ternyata metode “lempar batu diatas air” kurang efektif karena seorang pengajar muda harus sering berpindah pindah dari satu kelas ke kelas lain, metode yang baru pun muncul ketika gudang yang sudah lama tidak terpakai saya jadikan perpustakaan, metode tersebut yakni metode “tsunami” dimana dalam metode tsunami ini semua siswa saya tempatkan dalam satu ruangan kemudian dengan membagi papan tulis sesuai kelas masing – masing kemudian memberikan materi sesuai dengan tingkatan kelas setiap anak. Sampai saat ini metode tsunami lebih sering saya gunakan karena lebih efektif dalam hal waktu dan tenaga. Metode tsunami ini mengharuskan pengajar muda untuk bisa membuat manajemen kelas yang lebih baik karena harus menghadapi banyak anak dengan tingkat keaktifan yang sangat luar biasa. Dan dalam menerapkan metode tersebut keikhlasan merupakan kata kunci utama.

Ketika seorang pengajar muda bisa menanamkan sikap ikhlas dalam kegiatan apapun baik dalam proses belajar mengajar ataupun pada proses sosialisasi dengan masyarakat, apapun tantangan yang ada didepan mata baik itu tidak tersedianya infrastruktur yang memadai maupun kurangnya sumber daya manusia di sekolah penempatan saya yakin bahwa pengajar muda dapat melaluinya.

Jangankan tantangan teknis, tantangan yang bersifat non teknis pun bisa diatasi contohnya seperti di daerah pinggiran bengkalis khususnya desa sekodi dimana air yang dipakai dalam kehidupan sehari – hari itu berwarna merah kehitam – hitaman, bagi pengajar muda yang belum terbiasa dengan air tersebut pasti membutuhkan waktu untuk bisa menyatu dengan lingkungannya. Hanya satu kata yang menggambarkan karakter seorang pengajar muda yaitu “IKHLAS”


Cerita Lainnya

Lihat Semua