Si Ibu MTK
Melissa Tuanakotta 6 April 2012Suatu hari muridku pernah berkata:
"Buk, aku tahu kenapa ibu jago matematika. Coba lihat nama ibu, Melissa Tuanakotta, kalau disingkat jadi MTK. Itukan singkatan dari Matematika."
Aku hanya tertawa menanggapi kepolosan muridku itu. Bahkan tidak pernah sama sekali terpikirkan olehku bahwa namaku itu mengandung unsur Matematika. Jangan-jangan ini juga yang mempengaruhi mengapa aku sangat menyukai Matematika?
Matematika, salah satu mata pelajaran yang sangat "disukai" oleh muridku. Setiap hari Rabu pagi, begitu aku menyapa dan meminta mereka untuk membuka buku PR pelajaran tersebut, mereka hanya bisa menghela nafas dan pasrah dengan keadaan. Mereka pasrah karena aku, si Ibu MTK, akan mulai cerewet mengulang angka-angka yang berbentuk pecahan.
Tidak jauh beda dengan anak kelas 6 yang berada di sekolah induk. Setiap hari kamis mereka akan bertemu dengan aku, si ibu MTK, saat pelajaran tambahan. Mereka pun selalu pasrah ketika aku mengoceh dengan rumus-rumus volume tabung, prisma, apa perbedaan kubus dan balok, konsep keliling dan luas, serta yang paling menyenangkan adalah operasi pecahan.
Aku yakin mereka "suka" dengan matematika. Bisa aku lihat dari butiran-butiran keringat turun merajut, dahi yang berkerut, muka yang cemberut, dan bibir manyun kaya cucurut. Kesukaan mereka pun tampak ketika tidak ada satu orang pun yang berebut ke depan kelas untuk menyelesaikan soal di papan tulis.
Aku selalu tersenyum dan dengan berbaik hati akan selalu memberikan soal-soal "kesukaan" mereka. Bahkan, sering kali mereka bersorak sorai bahagia meminta aku untuk tidak memberikan soal tambahan. Dalam pikiranku aku hanya berpikir, tingkah laku mereka sangat lucu dan menggemaskan. Hal itu sangat membuat aku, si Ibu MTK, akan segera pura-pura tidak mendengar dan melanjutkan menulis soal.
Sekali waktu aku ingin mereka menuliskan surat cinta untuk Matematika. Seperti apa yang aku bayangkan begitu banyak "pujian" dan kata-kata "khiasan" untuk mata pelajaran ini. Mereka bilang mereka "jatuh cinta" dengan saripati Matematika seperti perkalian dan pembagian.
"Teman-teman, apa ada yang salah dengan Matematika? Mengapa kalian ini selalu saja mengeluh dan mengeluh terhadap pelajaran ini?"
"Woalah buk buk, angel loh buk. mumet aku akeh angkane. perkalian sama pembagiannya itu loh buk buk"
"Coba kalian perhatikan baik-baik seluruh angka-angka yang ada di papan tulis ini? Ini semua mudah hanya sekedar proses kali bagi tambah kurang."
"Justru itu, buk. Ibuk sih pinter ya apa-apa pasti gampang'
"Saya ? Pintar? Kata siapa?"
"yaiyalah buk buk, wong ibu guru masa gak pinter"
"kalau kalian menganggap saya pintar, kenapa kalian tidak pernah menganggap diri kalian sendiri pintar. Apa bedanya saya dengan kalian? kita sama-sama makan nasi, sama-sama minum air, saya sekolah, kalian juga sekolah, saya belajar, kalian juga belajar. Kita di sini melakukan hal-hal yang sama, tapi kenapa saya bisa menganggap matematika itu mudah sedangkan kenapa kalian tidak?"
"Ya sekarang sih anak-anak pada maen HP sama paen PS buk! gak pada belajar"
"Lah apa bedanya kalau gitu sama ibu? Saat ibu seumur kalian, ibu juga punya HP, ibu juga maen PS malah ibu maen PS tiap hari soalnya ibu punya PS"
Mereka pun tertawa mendengar perkataanku itu.
"Tapi itu semua tidak menjadikan ibu malas untuk belajar dan memahami rumus Matematika. Sekarang umur ibu 25 tahun, umur kalian 12 tahun, ibu juga masih seumur kalian saat belajar semua ini. Berarti sudah dari 13 tahun yang lalu, tapi sampai hari ini, detik ini, ibu masih ingat. Bahkan ibu masih bisa menyampaikan ini semua kepada kalian. Pintar-pintarnya saja kita bagi waktu antara main dan belajar"
Kali ini mereka mengeluarkan suara-suara takjub tidak percaya.
"Sekarang bagaimana kalian bisa saat ujian bulan depan, jika hari ini sampai detik ini kalian belum paham tentang perkalian dan pembagian?"
"Ya berdoa aja lah buk buk"
"Berdoa harus disertai dengan usaha. Sekarang waktu mau ujian kamu berdoa dari siang sampai malam jika tidak disertai dengan belajar apa bisa kamu mengerjakan soal ujian?"
kali ini mereka hanya nyengir kuda
"Jangan membuat memori di kepala kalian bahwa matematika itu sulit. Anggap matematika itu mudah. Jangan anggap ini semua adalah soal yang menyebalkan, tapi anggaplah ini semua sebagai sebuah teka-teki angka yang harus kalian pecahkan misterinya. Anggap ini semua sebagai permainan angka-angka yang jawabankan akan ketemu jika kalian menjumlahkan, mengurangi, membaginya, dan mengalikannya."
Hari itu aku memberikan sedikit pencerahan tentang Matematika. Aku ingin mereka juga mengalami perasaan yang sama denganku selalu cinta dengan mata pelajaran yang penuh dengan angka tersebut. Aku ingin mereka betul-betul jatuh cinta tanpa perlu tanda kutip di awal dan akhir kata.
Kami bertukar pikiran dan pendapat. Aku mencoba menghapus memori mereka tentang sulitnya Matematika.Semua akan menjadi lebih mudah ketika kita memahami proses demi proses yang terkandung dalam Matematika. Percuma hapal rumus, tetapi tidak paham proses dari terbentuknya rumus-rumus tersebut. Matematika hanya sekedar permainan angka tidak kurang dan tidak lebih.
Ibu MTK, siapa sangka dulu aku juga mengalami hal yang sama dengan mereka "mencintai" matematika. Memang benar apa kata pepatah benci sama cinta itu memang beda-beda tipis. Semakin benci semakin aku memikirkannya, semakin memikirkannya aku semakin mencoba menaklukannya, setelah berhasil menaklukannya "mencintai" pun berubah menjadi mencintai. #eaaaaaa
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda