View from the Bottom

Sangalian Jato 18 Maret 2015

 

 

Bagi yang sudah mengenal saya sejak lama, pasti tahu kalau saya dulu pernah sangat ingin menjadi pramugari. Sejak SD cita-cita saya adalah menjadi pramugari, dan walaupun di pertengahan masa labil cita-cita saya sempat berbelok ke sana sini akhirnya selepas kuliah saya pernah betul-betul mendaftar untuk jadi pramugari. Jika ditanya mengapa saya ingin jadi pramugari, saya juga tidak tahu jawaban yang paling tepat. Ingin menjawab “karena saya ingin melayani orang” sepertinya terdengar terlalu omong kosong, tapi mau menjawab “karena gajinya besar” juga terdengar kurang berkualitas. Yang pasti memang dari kecil saya selalu suka ke bandara dan selalu suka naik pesawat. Ditambah lagi bonus kalau jadi pramugari adalah bisa jalan-jalan ke banyak tempat. Sewaktu SMA sempat cita-cita saya ini naik pangkat sedikit yaitu ingin jadi pilot. Tapi lalu mata saya mulai mengalami kerusakan dan saya tetap berpendapat bahwa seragam pramugari lebih cantik daripada seragam pilot. Untuk ukuran anak SMA pemikiran saya ini memang agak kurang intelek. Hanya saja yah intinya adalah, dulu, untuk waktu yang sangaaaat lama, saya pernah bercita-cita untuk berada di atas sana.

 

 

Tapi lalu semuanya berubah. Pemikiran saya berubah, keputusan yang harus diambil berbeda, waktu terus mengalir, saya bertambah tua, dan tentunya Tuhan berkehendak lain. Untuk saat ini saya tengah menjalani pekerjaan yang jauh sekali berbeda dengan cita-cita saya ketika kecil dulu. Dengan kolega dan stakeholder yang 180 derajat berbeda, memakai pakaian dan fasilitas yang bagaikan langit dan bumi dengan cita-cita saya dulu, dan tentunya mendapat pemasukan yang jauh sekali iming-imingnya si cita-cita itu. Hanya ada satu hal yang masih sama: sama-sama membuat senang! Kalau dulu imajinasi tentang saya menjadi seperti yang saya cita-citakan itu saja sudah cukup membuat senang, sekarang saya berada di tempat ini melakukan pekerjaan ini juga membuat saya super senang :)

Dan pastinya sekarang tidak terdengar omong kosong lagi jika saya diberikan pertanyaan kenapa saya mau melakoni pekerjaan saya sekarang dan saya menjawab “karena saya ingin melayani orang”.

 

 

Inilah yang sering nempel di otak saya ketika sedang milir mudik dari desa ke kota (Nanga Bungan – Putussibau). Sambil saya (berusaha untuk) berbaring di perahu, saya selalu menengadah ke atas dan kedip-kedip sama awan-awan di langit sana. Sambil tersenyum saya pun berkata dalam hati. “Gila ya, dulu gue mimpi untuk ada di atas sana. Melihat dunia dari balik awan. Dan sekarang gue ada di tempat yang paling bawah. Cuma bisa memandangi awan dengan tatapan takjub karena benda itu guedeee banget. Dan cantik. Dan pengen gue comot karena beneran mirip kembang gula.

Apakah saya merasa sedih? Tidak juga. Hanya merasa lucu saja. Sambil terombang-ambing di perahu, saya semakin diyakinkan bahwa Tuhan punya selera humor yang cukup tinggi. Karena Dia juga sering terbalik antara “atas” sama  “bawah”. Huhehe. Tapi yang pasti Dia memang selalu jauh melampaui akal pikiran manusia, karena ternyata, di luar ekspektasi, pemandangan dari bawah pun indahnya luar biasa. Dan rasanya macam-macam. Dan pengalamannya tak terbayar.

 

Dan video di atas, adalah cuplikan pemandangan dari bawah sini. Banyak hal yang bisa dirasakan kalau kita sedang berada di dalam perahu kayu selama 6 sampai 7 jam tanpa atap. Ada kalanya mataharinya bersahabat sehingga perjalanan terasa menyenangkan. Ada kalanya si matahari tega. Panasnya tidak kenal ampun. Ada kalanya mendung nyaris gerimis tapi tidak jadi hujan, jadi meskipun saya sudah sigap dengan kantong plastik untuk melapisi tas saya, saya tidak perlu khawatir karena ternyata tidak jadi hujan dan saya tidak perlu takut basah.

Namuuunn... ada kalanya juga hujan yang tidak diharapkan datang dan membawa segerombolan teman-temannya, menjadi hujan deras, lalu naik pangkat jadi badai.

Nah…. di situ.. kadang… saya merasa…….. lepek.


Cerita Lainnya

Lihat Semua