TENTANG POHON KARET

Rusdi Saleh 25 Desember 2010
Entah ada berapa juta pohon karet yang berdiri tegak di tempat aku tinggal. Hampir setiap hari aku melewatinya dan rasanya tak pernah habis-habisnya pohon itu. Dengan jumlah mereka yang banyak terkadang menyesatkan, menyeramkan bahkan membuat paranoid. Jalan poros yang ada memang sangat sulit dilalui dan menerobos melalui kebun-kebun karet adalah satu-satunya alternatif yang harus diambil. Mobil truk pembawa hasil-hasil pertanian adalah perusak utama jalan jalan poros yang ada. Mobil truk itu sangat besar, musim hujan turut membantu menghancurkan jalan poros yang pada umumnya sudah dipondasi dengan bebatuan. Pernah satu kali aku harus mengendarai motor diantara ratusan pohon karet, semuanya sama, berdaun lebat, bergetah dan akar-akarnya kuat menerobos tanah. Kala itu aku merasa ada yang mengikuti, entah jenis makhluk Tuhan yang mana. Bayangan itu semakin ada, mendekat dan mengikuti ketika laju motor semakin cepat, bayangan itu semakin cepat juga mengikuti. Sesekali aku mengumpulkan keberanian untuk menoleh ke arah belakang, tapi tak menemukan apapun. Sialnya waktu itu sore, tak ada seorang pun yang sedang nderes di kebun. Beberapa cerita tentang nderes, kegiatan ini diartikan sebagai kegiatan untuk mengunduh getah karet, caranya dengan menguliti sedikit kulit batang pohon, membelah melingkar ke arah bawah, kegiatan ini lebih sering dilakukan oleh para kepala rumah tangga dikampungku. Biasanya mereka pergi dini hari, disaat ayam pun masih menutup matanya. Dengan membawa sebuah alat, bentuknya perpaduan antara golok dan arit. Agak melengkung sedikit dibagian ujungya. Konon sepertiga malam terakhir adalah waktu terbaik untuk nderes, getah karet yang dihasilkan akan lebih banyak alasannya. Aku tidak paham betul penjelasan ilmiahnya seperti apa, mungkin ini semacam kearifan lokal yang mereka miliki dan sudah terbukti puluhan tahun. Hampir sebagian besar penduduk kampungku mendapatkan penghasilan dari pohon karet. Kebanyakan mereka memiliki kebun sendiri walau sedikit. Namun ada juga para pendatang yang mengabdikan diri sebagai buruh yang bekerja untuk para juragan yang memiliki kebun puluhan hektar pohon karet. Tidak sedikit juga orang yang sudah kaya secara materi diri kebun karet yang mereka punya. Di kampung sebelah bahkan ada beberapa keluarga yangb sudah memiliki mibil mewah dari hasil kebunnya. Tidak mengherankan memang, harga karet saat ini sedang tinggi. Satu kilo getah karet bisa dihargai Rp 13.000,-. Mereka biasanya menjual setiap dua atau tiga hari dan dapat menghasilkan rata-rata 20-30 kg tergantung luas kebun yang mereka miliki.
Entah sampai berapa puluh tahun lagi pohon-pohon karet ini akan berdiri kokoh, menghasilkan oksigen yang jadi paru-paru jutaan umat dunia. Membantu menahan tanah dari derasnya terpaan air yang mengalir dengan akar-akarnya yang kuat mengikat. Atau hanya sekedar menyesatkan dan menyeramkan bagi sebagian orang yang melewatinya. Dan pastinya menghasilkan uang dan menghidupi penduduk kampungku selama ini. Semoga jutaan pohon karet tidak lekas berganti dengan bangunan rumah atau bangunan lain tanda-tanda unsur kekotaan yang bisa memarginalisasi penduduk kampung dimana akau tinggal.
Rusdi Saleh Untuk Indonesia Mengajar. 25 desember 2010

Cerita Lainnya

Lihat Semua