Melarung Energi Negatif Ala Anak-anak Sungai Lalan

Rifian Ernando Lukmantara 28 Agustus 2013

Saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar, saya ingat betul apa yang dirasakan saat pertama kali masuk sekolah setelah libur panjang. Pertama, rasa senang yang meluap-luap karena akan bertemu kembali dengan teman-teman, guru-guru, serta segala hal menyenangkan yang ada di sekolah. Kedua, justru perasaan malas dan kesal karena akhirnya harus mengakhiri masa liburan yang terkadang sangat menyenangkan dan melenakan.

Hari ini adalah hari efektif pertama masuk sekolah setelah masa libur lebaran yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu. Wajah polos murid-muridku yang begitu kurindu akhirnya nampak juga manakala aku masuk ke halaman sekolah. Jujur saja saya mulai ‘kecanduan’ mengajar, istilah yang begitu populer di kalangan Pengajar Muda sehingga pertemuan dengan murid-murid menjadi momen yang selalu dinantikan.

Setelah bel masuk berbunyi, saya pun bergegas menuju ruang kelas V yang begitu sederhana namun cukup nyaman digunakan untuk kegiatan belajar. Ruang kelas yang berbentuk rumah panggung dengan struktur kayu yang mungkin sudah cukup lapuk dimakan usia. Saya memang pernah mendengar dari warga kalau bangunan sekolah ini didirikan pada periode awal tahun 80-an, sehingga wajar saja apabila kayu-kayu kokoh yang menjadi penopang berdirinya bangunan ini sudah banyak yang lapuk dan berlubang.

Melihat kembali wali kelasnya setelah 2 minggu berlalu, berbagai ekspresi pun terpancar dari mimik wajah murid-murid. Ada yang langsung tersenyum begitu melihat saya, namun ada pula yang biasa-biasa saja. Saya pun bergegas menyapa para murid dan mulai bertanya satu persatu mengenai kabar serta bagaimana liburan yang mereka jalani selama 2 minggu yang lalu. Melihat jawaban mereka yang ‘adem-adem’ saja, saya pun berkesimpulan bahwa mereka belum begitu siap masuk kelas, apalagi memulai pelajaran.

Seketika saya pun meminta mereka mengeluarkan secarik kertas. Mereka pun bingung, mungkin berpikir bahwa saya akan memberikan soal atau tugas. Sontak saya langsung berujar sambil tersenyum, “Tenang anak-anak, Bapak bukan mau memberi soal.” Mereka pun langsung tersenyum sembari terdengar kata-kata “Ohhh...”, “Alhamdulillah...”.

Setelah mereka siap, saya pun meminta mereka menuliskan hal-hal tidak menyenangkan yang ada dan membekas di hati mereka hingga hari ini. Awalnya mereka bingung hingga terlontar pertanyaan, “Cak mano itu maksudnyo, Pak?”. Akhirnya saya pun menjelaskan bahwa setiap manusia pasti merasakan hal-hal tidak menyenangkan di dalam kehidupnya dan saya meminta mereka menuliskan hal-hal tidak menyenangkan tersebut. Kemudian mereka bertanya kembali, “Nanti dibacakan di depan kelas, Pak?”, saya pun tersenyum sambil menjawab tidak, bahkan saya pun tidak akan membacanya.

Beberapa menit berlalu, akhirnya mereka pun selesai menulis. Setelah itu saya meminta mereka untuk membuat sebuah perahu kertas menggunakan kertas yang sudah mereka gunakan untuk menulis. Seorang murid bernama Rian pun bertanya, “Pak, kito nak balapan ketek?” (Pak, kita mau balapan perahu?). Saya pun tersenyum sambil menjawab, “Kagek kito jinguk bae.” (Kita lihat saja nanti). Setelah itu saya ajak mereka menuju jeramba di belakang sekolah yang biasa digunakan anak-anak dari dusun seberang saat mereka hendak berangkat maupun pulang sekolah. Setelah sampai di situ saya pun meminta mereka melepaskan perahu mereka masing-masing secara serempak. Ada yang perahunya langsung tenggelam, namun ada juga yang berhasil berlayar dengan anggun mengikuti arus Sungai Lalan yang pagi itu tidak terlalu deras. Saat perahu-perahu kertas itu sudah menjauh, saya pun mengajak murid-murid kembali ke kelas. Nampaknya mereka masih heran dan bingung dengan kegiatan yang baru saja dilakukan. Saya pun menceritakan kepada mereka bahwa kita baru saja ‘melarung’ energi-energi negatif yang ada di dalam hati dan pikiran. Rasa malas, lesu, dan kurang bersemangat harusnya sudah hilang seiring hanyutnya perahu kertas yang membawa energi-energi negatif mereka. Mereka pun mengangguk-angguk tanda setuju sembari tersenyum lepas. Ya, kami pun siap memulai hari pertama kami di kelas dengan penuh semangat dan keceriaan!


Cerita Lainnya

Lihat Semua