info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Hari Kesatu

Reisky Handika 9 November 2011

Setelah berlibur Idul Adha sampai Selasa kemarin, akhirnya sekolah masuk lagi. Saya masih sendiri, karena Pak Asri (guru yang satu lagi) masih ada urusan di Ternate. Alhasil, saya harus memegang enam kelas sekaligus.

                Agenda saya adalah perkenalan. Seperti kata pepatah lama: “Tak kenal maka tak sayang”. Dan saya percaya itu. Saya ingin dekat terlebih dulu dengan anak-anak ini. Saya ingin tahu siapa mereka, luar-dalam. Dan saya ingin mereka tahu siapa saya, luar-dalam. Maka itu, saya khususkan hari itu untuk saling mengenal, meskipun akhirnya sempat pula mempelajari materi saat bingung harus berkata-kata apa lagi.

                Mulai mengajarlah saya. Ternyata begini rasanya memegang enam kelas sekaligus: repot, sibuk, lelah, ada rasa panik dan kaget di situ. Kendala bahasa jelas memainkan peran penting, terutama saat harus menghadapi kelas bawah. Anak-anak kecil itu banyak yang hanya melongo saat saya menerangkan: tidak mengerti, bingung. Berpindah-pindah dari satu ruang kelas ke ruang kelas lain juga saya jabani, non-stop bolak-balik, persis lari-lari kecil Safa-Marwah. Pukul 12.30 WIT, bel pulang. Fiuh, ada helaan lega di situ. Akhirnya hari kesatu berakhir juga.

                Saya pun berjalan pulang dengan anak-anak. Saya tinggal di sebuah rumah sederhana milik Pak Wahri. Beliau adalah “papa piara” saya. Di sini, orang tua angkat disebut sebagai “papa piara” dan “mama piara”. Pak Wahri mempunyai dua orang anak, bernama Sahlan dan Anton. Sahlan duduk di kelas tiga, Anton baru umur tiga. Pak Wahri dan istrinya bekerja di kebun sehari-hari. Tinggallah saya, kedua anaknya, dan adik perempuan Pak Wahri di rumah. Sisa hari saya habiskan dengan istirahat. Belum ada kegiatan yang harus dilakukan pasca jam sekolah. Sempat berusaha cari jaringan untuk menelepon, tapi ternyata “hidayah” itu tidak turun hari ini. Akhirnya berjalan-jalan keliling desa, menikmati pemandangan laut petang hari, sebelum beranjak ke masjid untuk Maghrib. Pulang salat, makan malam, siap-siap istirahat.

                Esok hari, serta keesokannya, dan keesokannya, ini semua akan berulang: semacam sebuah stok kontinum untuk setahun ke depan. Semoga lelah ini sirna esok Subuh, saat hari dimulai lagi.


Cerita Lainnya

Lihat Semua