info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Menuju Oi Marai

Nani Nurhasanah 27 Juni 2012

Angin Labuan Kananga berhembus sepoi-sepoi, sedikit mengaburkan panas terik matahari yang dengan gagah menunjukan keperkasaannya.

Aku baru saja meluruskan pinggang setelah menjalankan rangkaian kegiatan rumahan hari ini. Menimba air, menggoreng ikan, makan bersama, nyuci piring. Luar biasa! Aku sangat menikmati setiap aktivitas itu, apalagi Ibu begitu baik dan lembut mengajariku berbagai hal. Aku merasa nyaman dan betah di rumah ini, tapi sayang ini bukan rumahku. Bukan pula hostfamku, ini rumah hostfamnya Morin.

Kemarin, kami melakukan hampir 7 jam perjalanan Bima-Tambora yang luar biasa. Apalagi kami mengambil trek jalur utara yang tak begitu biasa dilalui. Biasanya bus dai Bima menuju Tambora menggunakan jalur selatan. Jam 9 pagi aku, Morin, Budi, Ical dan PM 2 yang kami gantikan meninggalkan Bima Mantika menuju rumah Muma (Kadis Dikpora). Muma dan istri menyambut kami. Muma memerintahkan beberapa bawahannya untuk menjadi supir dan mengantarkan kami menuju Bima. 1 mobil kijang dan 1 mobil ranger. Mobil kijang diisi oleh sebagian barang kami, PM4, Bang Dedi (driver) dan Bang Deni (supir cadagan). Mobil ranger diisi oleh sebagian besar barang-barang kami dan PM 2. Kedua mobil tersebut disediakan oleh Muma untuk mengantarkan kami. Ternyata, Muma juga ikut mengantarkan kami dengan memakai mobil sendiri. Dari mulai rumah Muma sampai Kore, mobil melaju dengan sangat kencang. Begitu elegannya konvoi 3 mobil berplat merah dan hitam. Setelah melakukan 2 jam perjalanan, ketiga mobil pun berhenti di Kore (kabupaten Dompu) dan kami dijamu makan siang di Rumah makan Arema Jaya oleh Muma. Wah, enak sekali. Setelah santap siang, rombongan kembali melanjutkan perjalanan. Muma pun melepas kami, beliau kembali lagi ke Bima.

Aku kira setelah Muma tidak bergabung, perjalanan akan menjadi lebih santai. Ternyata dugaanku salah. Mobil  kijang dan ranger melaju lebih kencang daripada semula menembus savana Bima yang gersang dan berbatu. Kami melewati berbagai panorama alam yang luar biasa dari pegunungan, savana, sungai, pantai, jalan berbatu dan berdebu. Beberapa hewan seperti sapi, domba, ayam hutan kami temui.

Melihat  lukisan alam yang begitu indah, kami tak tinggal diam dan mencoba mengabadikannya. Akhirnya perjalanan yang begitu panjang mengantarkanku ke Oi Marai. Desa yang akan menjadi tempat tinggalku. Sungai jernih dan cukup deras yang membeah jalan utara Bima-Tambora menjadi permulaan aku tiba di Oi Marai. Oi marai memang berarti air yang lari (sungai yang deras). Kak Shally (PM 2 sebelumku) mengatakan kalau dia penat dengan kerjaan dia datang ke sungai itu.

Aku begitu menyukai sungainya. Pepohonan yang cukup rindang dan sinar matahari yang ceria membuatku merasa bisa menemukan energi kalau aku sedang merasa galau.Kami berhenti disana, menikmati dinginnya air sungai Oi arai sambil beristirahat dan berfoto ria.

Aku kira dari sungai Oi Marai akan begitu dekat dengan rumah yang akan kutinggali. Ternyata cukup jauh, jauh, jauh dan aku tidak menemukan rumah itu. Bang Dedi tidak mampir dulu ke rumahku. Mobil yang dikendarainya terus melaju tanpa mengijinkan aku meninggalkan barang-barangku dan mengintip rumah yang akan aku tinggali. Bang Dedi membawa ku dan PM 4 lainnya langsung ke Labuan Kananga, sedangkan Kak Shally dan PM 2 mampir dulu ke calon rumahku. Sedih sekali rasanya, tak bisa melihat calon rumahku dan menunjukannya ke Morin, Budi dan Ical.

 

Mobil sampai di depan rumah Morin di Labuan Kananga. Segeromblan anak-anak dan Bapak angkat Morin menyambut kami. Karena Beryl (PM 2 yang Morin gantikan) dan PM 2 lain belum datang, kamipun memilih untuk menyapa pantai yang hanya berjarak 20 meter dari rumah hostfam Morin.

Hamparan pantai berpasir hitam menyambut kami. Walaupun pantai tanpa deburan ombak, tapi cukup menghibur perasaanku yang masih merasa sedih. Ada sebuah pelangi melengkung di langit pantai yang begitu biru, pelangi yang kemudian tersembunyi di balik awan putih... perlahan-lahan langitpun berwarana jingga dan berganti senja. Kamipun  menyaksikan matahari tenggelam terjadi begitu cepat.

Malam pertamaku di Tambora di Labuan Kananga.

Jujur, aku telah jatuh cinta pada Labuan Kananga. Anak-anak yang ceria, hostfam yang begitu ramah dan penyayang, rumah panggunng Bima yang nyaman, tetangga yang ramau, laut yang luas terbentang, sinyal yang berlimpah, cahaya lampu di malam hari. Suasana dan keistimewaan yang mungkin tak akan aku jumpai di Oi Marai.

Oi Marai, semua orang yang baru mngetahui kalau aku di tempatkan di Oi Marai mereka pasti mengatakan kalembo ade di Oi Marai....

Oi Marai, aku harus jatuh cinta kepada tempat itu.. Bagaimanapun kondisinya

Kamis, 21 Juni 2012 pukul 15.07


Cerita Lainnya

Lihat Semua