info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

PERKEMAHAN TIGA HARI

Milastri Muzakkar 28 Mei 2012

Pada 19-21 Mei, SDN Kepayang mengadakan perkemahan di lapangan sekolah. Sebanyak 40 orang siswa, dari kelas 3-6, terlihat kegirangan berkumpul menyambut Perkemahan. Mereka berhamburan di lapangan sekolah. Ada yang membangun tenda, mengangkat kayu, bermain tongkat, dan berbagai aktifitas lainnya.

Hari Pertama

Mereka dibagi menjadi lima regu (barung). Nama hewan disepakati sebagai lambang regunya. Kelima regu itu bernama Naga Mas, Rajawali, Kelinci, Marmut dan Elang. Setelah tenda setiap regu berdiri tegak, para Siaga (sebutan untuk anak Pramuka tingkat SD) pun telah tampak rapih dengan pakaian Pamauka lengkap.

“Siaga....!,” teriakku meminta perhatian dari seluruh Siaga.

“Siap....!.” jawab Siaga serempak.

“Tepuk Pramuka...,” lanjutku.

Setelah semua sudah berkumpul rapih di lapangan sekolah, Apel pembukaan Perkemahan siap dilaksanakan. Apel ini dihadiri oleh dewan guru, kakak pendamping (yang terdiri dari siswa-siswi SMP), perangkat desa, dan polisi Air. Setelah Apel, para Siaga kembali berhamburan. Ada yang masih mendandani tendanya, ada yang mulai melakukan aktifitas dapur seperti memasak, ada pula yang masih sibuk berbincang dengan keluarganya. Maklumlah, hampir seluruh keluarga, khususnya orang tua Siaga, sangat rajin menengok anaknya.

Bagi warga desa Kepayang, setiap keramaian adalah hiburan. Perkemahan adalah salah satu hiburan yang cukup ‘mubarok’ untuk dilewatkan. Tak heran jika sejak awal perkemahan, hampir separuh dari warga menghabiskan waktunya untuk nongkrong di lapangan atau di sekitar jala di samping sekolah.

Waktu Magrib pun tiba. Seluruh Siaga dan pendamping menggelar tikar di lapangan untuk shalat magrib bersama. Menyaksikan orang shalat bermai-ramai di lapangan mengingatkanku pada moment lebaran, yang umumnya diadakan di lapangan terbuka. Yang menarik adalah menyaksikan Siaga memasak. Siaga putri memasak dengan menu yang cukup bervariasi, misalnya sayur, sambel dan ikan. Sementara Siaga Putra punya menu andalan, yang tak lain adalah mie instan plus telur.

Setelah menyantap makan malam. Kami semua berkumpul di lapangan. Di sana, sudah siap tumpukan kayu yang tersusun menyerupai Piramida. Apalagi kalau bukan Api Unggun. Belum juga Acara Api Unggun dimulai, tapi warga desa telah memadati bibir lapangan sekolah.

Acara dimulai dengan menyanyikan lagu Himne Pramuka dan tepuk-tepukan. Setelah itu, acara lomba joget balon. Dua orang Siaga dari setiap regu berpasangan berjoget mengikuti musik dengan balon diletakkan di anatara dahi mereka. Balon itu tidak boleh jatuh. Pelajarannya adalah, mereka harus kompak, bekerjasama mengikuti ritme musik agar balon tersebut tidak jatuh. Lomba joget balon ini memang memperlihatkan pemandangan lucu. Setiap pasangan berusaha mempertahankan balon, tak peduli dengan wajahnya yang terkadang harus miring, atau harus memonyongkan bibir. Tak pelak, gelak tawa pun membanjiri lapangan sekolah.

Acara kemudian dilanjutkan dengan penampilan kreasi bebas dari Siaga dan pendamping. Ada yang menampilkan dance modern, tarian Melayu, dan bernyanyi.

Waktu menunjukkan pukul 23.00 WIB. Acara Api Unggun pun berakhir. Warga yang dari tadi setia menonton mulai membubarkan diri. Meski sudah dinstruksikan untuk istirahat di tenda masing-masing, para Siaga masih saja berkeliaran di lapangan. Ada yang menggelar tikar sambil bermain gitar di depan tenda masing-masing. Tampaknya mereka tidak ingin melewatkan moment yang membahagiakan ini dengan sekedar tidur. Hingga waktu menunjukkan pukul 02.00 WIB, masih ada saja Siaga yang melek.

Hari Kedua

Pukul 05.00 WIB, Siaga sudah lalu-lalang di lapangan sekolah. Ada yang menuju sungai untuk mandi, ada yang sudah sibuk di dapur, dan berbagai aktifitas lainnya. Pukul 06.00 WIB, kami berkumpul di lapangan untuk melakukan olahraga yang dilanjutkan dengan Senam Ria Anak Indonesia.

Tepat pukul 08.00 WIB, Siaga, dan dewan guru sudah berseragam Pamuka lengkap dengan tongkat dan ransel masing-masing. Mereka telah siap melakukan Jelajah ke hutan yang tak jauh dari belakang sekolah.

Dari pos satu-lima, Siaga diberi tantangan yang cukup seru sekaligus menegangkan. Mulai dari memakai ‘masker’ tanah, Baris-berbaris, menjawab soal-soal Sandi, membuat Tandu, hingga merayap di tanah becek. Beberapa anak terlihat takut, ragu, bahkan jijik untuk merayap. Tapi apa boleh buat, menjeburkan diri sebagai anak Pramuka berarti siap dengan segala konsekuensinya.

Kemeriahan di arena perkemahan tiba-tiba terusik oleh guyuran hujan yang cukup deras. Semua Siaga berlari masuk ke kelas dengan membawa perlengakapan yang ada di tenda. Hujan berhenti saat menjelang magrib.

Malam pun dilanjutkan dengan kembali membakar Api Unggun yang lebih besar dari malam sebelumnya. Anak-anak kembali menampilkan berbagai kreasi bebas. Mulai dari balas-balasan Pantun, dance, joget, dan menyanyi berpasangan sambil bermain gitar. Lapangan yang becek bekas hujan hampir setengah hari, tak mengurangi kemeriahan di arena perkemahan.

Anak-anak tetap antuasiaa menampilkan karya-karyanya. Para warga tetap memadati lapangan. Barangkali yang berbeda adalah orang-orang yang berkumpul itu kebanyakan menggunakan sweeter atau jaket sebagai penghangat badan. Tepat pukul 10.00 WIB, acara Api Unggun pun berakhir. seluruh peserta bergegas masuk ke kelas untuk istirahat.

Hari ketiga

Kali ini, anak-anak bangun agak telat. Pukul 05.30 WIB. Mungkin karena pengaruh cuaca yang dingin bekas hujan di siang harinya. Setelah bersih-bersih, semua berkumpul di lapangan untuk bersiap lari, sambil meneriakkan ye-yel, dari Hulu ke Hilir (sebutan untuk daerah perairan). Sepanjang perjalanan, anak-anak menjadi perhatian warga yang kebetulan nongkrong di jalan atau di teras rumahnya.

Pukul 09.00 WIB, Siaga berkumpul di jalan utama (tenpat warga biasa lewat) untuk mengikuti lomba Sepatu kaleng. Setelah itu, dilanjutkan dengan lomba main tongkat sambil berjoget. Alunan tongkat harus sesuai dengan alunan musik. Lagi-lagi warga kembali menjadi penonton setia.

Lomba terakhir, dan yang paling seru, adalah lomba masak nasi goreng. Semua regu mempersiapkan peralatan dan bahan masaknya tepat di bawah pohon, di lapangan sekolah. Semua regu terlihat lihai memainkan alat-alat masaknya. Kecuali satu regu ,Naga Mas, yang terlihat tidak biasa berkutat di dapur. Tangan mereka bergetar mengayun sutil, memecahkan telur, memasukkan nasi, dan lain-lain.

Selain rasa, dewan juri juga menilai kerapihan, kebersihan dan keindahan cara menghidangkan nasi goreng. Anggota komite Sekolah pun diberi kehormatan untuk mencoba hidangan yang sudah disajikan. Setelah itu, dilanjutkan oleh kepala sekolah dan guru-guru.

Siang hari, perkemahan ditutup dengan acara ramah tamah. Pendamping membagikan kertas kepada Siaga untuk menuliskan siapa saja nama-nama kakak pendamping yang ter-galak, ter-disiplin, ter-cakep, ter-imut, ter-bijaksana, dan ter-ter lainnya. Photo bersama menandai berakhirnya serangkaian acara perkemahan. Sungguh kebersamaan yang mengesankan.


Cerita Lainnya

Lihat Semua