Jagoan Kelas, Sang Juara Egrang
Luluk Aulianisa 26 April 2012Kenalkan, muridku yang satu ini adalah jagoan kelas, bahkan bisa dikatakan preman sekolah. Seorang perempuan yang bernama Roswati, biasa dipanggil Ros. Ros adalah anak gunung sejati, yang sangat lincah, cekatan dan pekerja. Saking lincahnya, ia merebut Juara 1 Egrang saat Porseni SD Januari lalu. Tanpa terkalahkan.
Selain aktif bergerak, tak jarang juga ia berkata keras dan kasar. Kerapkali ia membuatku jengkel atas perlakuannya yang sulit diatur. Namun, untuk beberapa kesempatan, ia andal untuk mengatur teman-temannya. Ya, itu disebabkan karena banyak teman yang takut padanya. Ia mengajukan diri sebagai ketua ekskul Majalah Dinding, ketua pengajian kelas 5 bahkan di kepengurusan kelas ia bertindak sebagai seksi keamanan.
Beberapa waktu silam, Ros tidak mau sekolah. Oleh sebab itu, sebenarnya umurnya sekarang sudah mencapai umur rata-rata murid kelas 1 SMP. Namun itu dulu, lain dengan sekarang dimana ia cukup bersemangat untuk sekolah.
Ros adalah anak pertama dari tiga bersaudara dan tinggal bersama dengan ibu dan ayah tirinya. Ayah kandung Ros tinggal di Tullubulan, dusun terdekat dari Limboro. Sehari-hari, Ros harus bekerja dari mulai membersihkan rumah, memasak, hingga menjemur padi. Tak jarang juga ia membawa adiknya untuk masuk ke dalam kelas karena di rumah tidak ada yang menjaga. Pulang sekolah kulihat Ros selalu bergegas untuk memasak dan menjemur padi di saat teman-teman sebayanya bermain kelereng atau sekadar leyeh-leyeh.
Hingga suatu pagi, aku berjalan bersamanya menuju sekolah. Ia berceloteh sepanjang perjalanan. Ya, Ros memang senang bercerita, seperti anak lainnya. Dan yang membuatku terusik adalah ketika ia bercerita dipukul mamak nya.
“ Iye, Bu..kemarin pi saya dipukul mamak karena dilupa memanasi pare “ katanya sambil menunjukkan tanda merah-merah di kaki dan tangannya.
Saya terkesiap. Memanasi pare maksudnya adalah menjemur padi.
“ Kata mamak, biar pi saya tidak usah sekolah, kerja saja di rumah “
Deg. Hal yang kukhawatirkan terjadi juga. Sudah 6 bulan aku berada di Desa Limboro Rambu-rambu. Aku merasa semuanya baik-baik saja, Kulihat juga dukungan masyarakat cukup lumayan terutama orang tua dalam pendidikan anak-anaknya. Yah, setidaknya mereka tidak melarang anaknya sekolah. Ternyata, dugaanku tidak seratus persen berjalan mulus.
“ Tapi..aih..ndak ji..biar saya mau masuk sekolah saja. Sekarang biar adikku dulu yang menjaga pare, dia tidak pi sekolah dulu “
Ucapan Ros itu membuyarkan lamunanku. Sesaat aku lewat depan rumahnya, melihat adiknya, Aci yang duduk di kelas 3 sedang menjaga padi supaya tidak dihampiri anjing dan ayam. Padahal harusnya Aci ke sekolah, bukan menjaga padi.
Aku menatap Ros dengan pandangan nanar. Kuingat betul waktu awal April ini dimana kelas 1 sampai 5 libur seminggu karena kelas 6 ujian sekolah, Ros datang ke rumah sambil berkata
“ Aih, Bu..bosan sekali tidak sekolah, tidak ada yang dikerja..lama sekali tidak masuk “
“ Iye, memang..makanya lebih baik sekolah kan daripada tidak ada yang dikerja. Jadi, harus rajin sekolah terus ya ! “ ucapku tidak hanya pada Ros, melainkan juga pada murid lainnya.
Ada lagi cerita lainnya. Saat itu adalah hari Sabtu dengan pelajaran pertama yaitu Matematika. Aku menjanjikan akan ulangan matematika. Saat kubersiap hendak berangkat ke sekolah, Ros ternyata datang ke rumah.
“Bu, jadi ulangan ?”
“Iye, jadi, kenapa memang?”
“Saya tadi disuruh jaga pare, tidak boleh sekolah sama mamak. Tapi saya bilang mau ulangan sama Ibu Lulu, baru dikasih boleh”
Aku terkejut mendengarnya dan langsung terdiam.
“Bu, ayo pi sekolah, kita ulangan saja” Ucapan Ros membuyarkan lamunanku.
Kami pun bergegas dan setelah sampai kelas, aku segera memberikan soal ulangan untuk murid-murid.
Pulang sekolah, aku lewat depan rumah Ros dan melihat ia sedang menumbuk padi. Aku bertanya apakah orangtuanya ada di rumah dan ia menggeleng.
Sorenya, aku bertemu Ros dan ia berkata,
“Bu, tadi bapakku tanya, ada apa itu Bu Lulu datang ke rumah terus saya bilang tidak ada apa-apa. Jangan bilang orangtuaku, Bu..nanti saya dimarahi, baru saya dipukul lagi, Iye, bu?”
Hatiku sedih mendengarnya. Ingin sekali aku bertemu orangtua Ros dan berbicara pada mereka.
Jujur, aku takut Ros dan adik-adiknya tidak akan melanjutkan sekolah setelah aku pulang nanti. Bagaimana jika nanti dia tidak melanjutkan ke SMP/MTs? Aku selalu berpesan pada murid-muridku supaya jangan sampai mereka putus sekolah. Lantas, bagaimana jika tidak ada dukungan dari orang tua untuk melanjutkan pendidikan mengingat orang tua disini pun rata-rata hanya lulusan SD? Apakah mereka menganggap pendidikan itu penting ?
Sekarang aku tahu mengapa Ros berperangai kasar dan bertingkah layaknya jagoan. Pola asuh dalam keluarganya yang membentuknya demikian. Sungguh aku merasa bersalah jika selama ini aku seringkali memarahinya tanpa tahu secara mendalam apa yang biasa ia alami di rumah. Tipikal anak seperti Ros memang butuh ditangani khusus. Tidak bisa dikeraskan. Setidaknya menurutku begitu berdasarkan pengalamanku berinteraksi dengannya.
Terlepas dari itu semua, Ros adalah anak yang setia kawan. Aku lihat sendiri sikapnya saat kami berjalan turun gunung bersama, salah satu muridku bernama Sihab terjatuh karena jalanan curam. Dengan sigap, Ros membantunya berdiri, menepuk-nepuk sekadar memberi semangat bahkan rela membawakan tas Sihab. Aku trenyuh melihat apa yang dilakukan Ros pada temannya.
Waktu aku berulang tahun, Ros juga lah yang mengumpulkan anak-anak untuk merayakan di lapangan sambil membentuk lingkaran yang mengelilingiku. Ia pun berteriak di kegelapan malam, “Selamat Ulang Tahun, Ibu Lulu, Tepuk tangan semua !!!” Begitu ia memberi komando untuk teman-temannya. Aku terharu.
Dan baru saja kemarin, ia kembali melakukan hal yang manis untukku. Aku menasihati murid-muridku di kelas 5 sambil setengah ngomel. Aku mengingatkan bahwa waktuku untuk menjadi wali kelas mereka sudah tidak lama lagi karena sebentar lagi sudah kenaikan kelas.
“ Kenapa kalian itu sulit sekali diatur padahal sebentar lagi kalian sudah tidak Ibu ajar ? Ibu sudah capek marah-marah, Ibu minta waktu sedikit saja. Tidak lama lagi wali kelas kalian ganti jadi Pak Basir, bukan sama Ibu lagi !!! “
Mereka terdiam. Aku menghela nafas dan kembali menuliskan materi di papan tulis. Lalu kudengar suara dari murid-muridku, yang terdengar jelas adalah suara Ros.
“ Bu.........”
“ Iye ? “ Aku masih sibuk menulis, belum membalikkan badan.
“ Minta maaf “
Deg. Aku mau menangis rasanya apalagi saat melihat wajah polos mereka. Tapi itu kutahan. Aku segera berkata pada murid-muridku
“ Ibu selalu maafkan kalian, saat pulang sekolah kalian cium tangan, Ibu sudah lupa salah kalian hari itu, Ibu juga minta maaf ya “ ucapku lirih.
Ya, begitulah selama di Limboro. Penuh warna dengan tingkah polah murid-muridku, termasuk Roswati yang selalu sukses membuat perasaanku semakin bertambah sayang padanya dari hari ke hari.
NB: Ada kabar yang membuatku agak lega mendengarnya. Ros berkata bahwa nanti setelah lulus kelas 6, dia akan tinggal bersama ayah kandungnya. Beliau yang meminta demikian. Kata ayah kandungnya, Ros akan terus disekolahkan. Alhamdulillah jika memang demikian. Semoga Ros bisa terus lanjut sekolah.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda