Alam Mengajari Bocah-Bocah Rote
lucky irawan 15 Desember 2012Pada suatu sore di Bulan Oktober 2012, Pengajar Muda (PM) sempatkan untuk berjalan-jalan ke pantai yang letaknya 300 meter ke selatan dari desa Mukekuku, tempat dimana PM tinggal. Pantai di sini adalah bagian dari hamparan Samudera Hindia berseberangan langsung dengan Benua Australia. Di sepanjang pantai berdiri deretan pohon lontar yang tegak berdiri laksana benteng alam, daunnya terus berayun ditiup hembusan angin laut yang terus menerpa kencang.
Ketika PM berjalan melihat sekumpulan anak-anak sedang asyik bermain, mereka adalah anak-anak didik di SD GMIT Oeulu (Sekolah PM ditempatkan). Berjumlah delapan anak diantaranya siswa kelas 5, 4, dan 2, terilihat akrab tanpa senioritas. Mereka sedang mengupas kelapa tua nan coklat dengan menggunakan peralatannya hanya sebuah karang yang tajam dan gigi.
PM terkejut dengan teknik yang digunakan itu seperti jungle survival dengan mencari batuan tajam sebagai pisau seperti zaman paleolitikum “meramu dan berburu”. Merekapun memakan kelapa tua itu, PM bertanya; “mengapa kalian memakan kelapa itu?”
Anak-anak menjawab; “lapar pak!”
jawab mereka serempak.
Mereka sebenarnya anak-anak yang tangguh di medan alam raya, apalagi mereka punya keahlian yang jarang dimiliki anak-anak atau orang dewasa di kota besar, yaitu memanjat pohon kelapa yang menjulang tinggi hampir rata-rata pohon kelapa di sini lebih dari 5 meter tingginya, bahkan ada yang mencapai 10 meter lebih.
Berenangpun adalah keahlian wajib anak-anak pesisir pantai ini, membuat api dari daun atau ranting pohon itu perkara mudah dan mereka kuasai. Itulah kelebihan psikomotorik anak-anak ini miliki, umurnya masih di bawah 13 tahun, namun kemampuan jungle survival mungkin setara dengan para adventuring jelajah rimbawana yang terorganisir dengan pelatihan yang didapatkan.
Sungguh polesan alam yang cantik dan luar biasa, sekolah alam adalah salah satu pendidikan terbaik dalam membentuk pola pikir anak manusia untuk, “bagaimana caranya bertahan hidup di alam bebas?”.
Pendidikan dengan prinsip tanpa paksaan dan keharusan belajar, namun keluar dari naluri seorang manusia yang sadar akan kerasnya bertahan hidup bahwa hidup itu tidaklah mudah. Solidaritas anak-anak ini pun terbentuk dengan sendirinya, dimana rasa saling berbagi meminum air kelapa tua nan coklat dan berbagi daging kelapa tua. Nilai solidaritas yang natural keluar dari diri anak-anak ini, sungguh pelatihan luar biasa, PM sendiripun mendapatkan sikap solidaritas antar sesama korsp mahasiswa dulu membutuhkan waktu 1 tahun lebih itupun diawali dengan doktrinasi senior di kampus dulu.
Anak-anak ini menikmati santap sore kelapa tua itu dengan kebersamaan dan canda tawa, bergurau menggunakan bahasa ibu mengalir alami tanpa beban. Benar suatu pemandangan indah kebersamaan anak manusia yang dipupuk sejak dini. Banyak nilai pelajaran yang dipetik dari tingkah polah anak-anak ini, jungle survival, kebersamaan, dan solidaritas.
Suatu pelajaran soft skill individu yang pastinya sangat berguna untuk bekal melanjutkan kehidupan dewasa kelak nantinya anak-anak ini. Entah bagaimana harus berkomentar, sebenarnya anak-anak ini dengan segala keterbatasan kondisi tempat tinggal yang notabennya jauh dari kemajuan informasi dari dunia luar dan dapat dikatakan jauh dari hiruk pikuk peradaban kota, namun anak-anak ini menikmati semua hal itu.
Dengan canda guraunya yang begitu lepas tanpa beban, begitu polos menjalani hidup tanpa ada tuntutan akan masa depan mereka nanti mau jadi apa. Nothing to lose, because life must go on and they are enjoy with this situation. “Pada dasarnya manusia adalah makhluk otonom yang nasib nya tidak bisa dipaksakan, dan masing-masing punya nasib sendiri untuk diperjuangkan”.
Senin, 19 November 2012
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda