Teguran untuk Sebuah Kejujuran
Ijma Sujiwo 6 Mei 2011
Jumat, 6 Mei 2010, jam 9.30 di ruang guru terjadi suatu kehebohan dimana salah satu guru seniorku mengabari kepada kami semua bahwa sekolah kami SDN 006 mendapat teguran dari dinas pendidikan kabupaten Paser ketika K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekolah) kemarin. Sekolah kami ditegur karena nilai yang kami berikan kepada dinas pendidikan tidak sesuai dengan keinginan dinas, yaitu nilai yang kami cantumkan kurang dari 6 (nilai mata palajaran yang di UN-kan). Dalam teguran tersebut tidak hanya SD kami saja yang di tegur namun ada 2 SD yang lain yaitu SDN 003 Pasir Belengkong karena ada 10 siswa yang nilainya tidak sesuai keinginan dinas dan SDN 008 Pasir Belengkong yang hanya 1 siswa saja. Dalam teguran tersebut, ada satu hal yang membuat guru dan kepala sekolah saya kecewa yaitu teguran tersebut di sampaikan di tengah-tengah rapat tidak secara personal sehingga membuat kepala sekolah saya malu, seperti dipermalukan di depan umum.
Jujur, ketika mendengar cerita tersebut saya sangat kaget karena ketika minggu kemarin memberikan nilai US (Ujian Sekolah ) ke dinas, mereka tidak mempermasalahkan apa-apa. Akan tetapi kemarin mereka memberikan teguran karena dinas pendidikan provinsi tidak mau menerima nilai yang kami berikan. Sebenarnya sekolah kami memang berbeda dengan sekolah yang lain karena kami mencantumkan nilai UAS ASLI (Tanpa Kaltrolan) sehingga hasil nilai pada US menjadi kecil (bahkan kami mencantumkan nilai 4,3 pada nilai US-nya). jadi karena nilai asli itulah kami mendapat teguran dan diminnta untuk diganti nilai-nilainya.
Saya bingung dengan sistem pendidikan saat ini karena di saat kami berbuat jujur kami malah ditegur dengan alasan melanggar aturan dan berbeda dengan yang diinginkan dinas pendidikan (baik kabupaten maupun provinsi). Bahkan salah satu guru kami sudah apatis dengan UN dan bertanya “ mengapa UN diadakan? Jika ternyata nilai asli siswa/i tidak diterima”. Pertanyaan tersebut juga terus hinggap di kepala saya, buat apa ada UN jika nilai anak-anak bisa diotak-atik sesuai keinginan “Big Bos” Dinas pendidikan. Saya diberitahu oleh ayah angkat saya yang kebetulan wakil kepala sekolah SMPN bahwa tuntutan nilai tersebut sebenarnya dari pusat, yaitu dinas pendidikan provinsi dimana mereka menekan dinas pendidikan kabupaten untuk memberikan nilai yang baik karena mereka tidak mau jika peringkat kelulusan provinsi menurun. Nah, karena itulah permainan katrol nilai dilakukan oleh pihak sekolah dan pihak sekolah harus mengikutinya.
Kelulusan untuk sekolah bagai buah simalakama, dimana di satu sisi jika siswa tidak diluluskan maka bisa mengakibatkan siswa tersebut putus sekolah namun di sisi lain jika siswa tersebut diluluskan dengan nilai tidak memenuhi standar (mendapat nilai katrolan) maka akan membentuk persepsi siswa/i bahwa mereka pasti lulus walaupun nilai mereka tidak memenuhi standar dan hal tersebut dapat mengakibatkan siswa/i malas belajar karena dengan tidak belajar mereka pasti lulus karena mendapat katrolan nilai. Oleh karena ini dinas pendidikan kabupaten dan sekolah lebih memilih meluluskan siswa/i-nya dengan nilai katrol karena tidak memutus cita-cita si anak (itu kata orang dinas pendidikan kabupaten). Sehingga permainan katrol nilai tidak bisa dihindari karena mau tidak mau sekolah harus mengikuti aturan dinas pendidikan.
Jadi apa yang harus kami harus lakukan, jika berbuat jujur saja salah? Apa kami harus ikut konformitas dengan aturan yang ada ”katrol nilai”?...
Kejadian tersebut membuka mata kami bahwa belum tentu berbuat benar dan jujur itu benar di mata orang lain. Saya hanya bisa berdoa semoga kejujuran kami bisa terus terjaga dan tidak terkikis oleh berbagai kepentingan.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda