info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Aku Harus Bisa Baca!

Fransiska Tika Oktahirawati 17 November 2013

“Tulisan siapa ini?” Itulah pertanyaan yang spontan saya lontarkan ketika melihat tulisan yang tidak bisa saya baca di salah satu kertas ulangan. Rangkaian hurufnya tidak mengandung arti sama sekali. Saya hanya bisa melongo ketika diceritakan bahwa anak ini sudah 4 kali tidak naik kelas. Sekarang duduk di kelas 3 dan tetap masih belum bisa membaca. Bagaimana itu bisa terjadi? Entahlah. Saya hanya berharap semoga tidak dilimpahi tugas menjadi guru wali kelas 3. Sederhana saja alasannya, saya tidak lihai mengajar baca tulis apalagi untuk anak kelas bawah. Saya takut menghadapi anak ini. Tidak terbayang bagaimana sulitnya nanti jika saya harus mengajarinya mengenal abjad. Tapi entah mengapa saya tidak berhenti memikirkan anak ini!

Apa yang selanjutnya terjadi? Self fulfilling prophecy terbukti benar! Apa yang saya takutkan selama ini benar-benar terjadi. Saya dipercaya menjadi wali kelas 3 selama satu tahun masa penugasan saya di SDN Tesabela. Bagai mendapat durian runtuh tapi si durian jatuh mengenai kaki! Senang sekaligus sedih datang dalam waktu bersamaan. Senang karena dapat berinteraksi secara langsung dengan murid-murid yang masih kecil dan polos, beban materi juga tidak banyak. Tetapi juga sedih karena saya harus segera memutar otak untuk menghadapi 1 anak spesial di kelas 3 ini. Kabar yang terdengar, dia tidak naik kelas 4, masih dengan alasan yang sama, belum bisa baca.

Minggu pertama mengajar, saya gunakan untuk mengenali setiap anak, termasuk 1 anak spesial yang belum bisa baca. Buntut perkenalan saya dengan mereka malah membuahkan kekagetan. Ternyata tidak hanya 1 anak tetapi ada 3 anak spesial lainnya, pindahan dari kelas 2, yang akan saya sebut kemudian dengan istilah EMPAT SEKAWAN. Mereka berempat belum bisa membaca semua. Perjuangan dengan EMPAT SEKAWAN pun dimulai! Saya bertekat untuk mengajari mereka baca selama saya menjadi wali mereka di kelas 3.

Pertemuan dengan EMPAT SEKAWAN ini sungguh menguras emosi. Saya harus berkali-kali mengenalkan abjad bahkan mengulangnya terus dan mencari metode kreatif supaya mereka tertarik belajar baca. Ada-ada saja tingkah mereka yang menguji kesabaran saya, ada yang bersembunyi supaya tidak ikut les baca atau bahkan keempatnya kompak lari pulang ke rumah setelah selesai mengikuti apel pulang. Tidak jarang saya keliling sekolah mencari mereka dan meminta teman-temannya untuk membantu saya mencari dimana batang hidung EMPAT SEKAWAN ini. Lelah? Sudah pasti. Marah? Itu bahkan berkali-kali. Tapi, percuma saja marah karena saya yang akan berkali-kali lipat merasakan kelelahan.

Tampaknya terlalu hiperbola, tapi saya mati-matian menunjukkan kesabaran saya ketika memberikan les baca untuk EMPAT SEKAWAN ini. Apa yang saya rasakan mungkin seperti celetukan orang di sini yang akan berkata, “Rasanya kepala mau picah!” jika menghadapi situasi yang bisa membuat kepala pusing seketika. Haha..seperti itulah adanya. “Kepala saya su picah berkali-kali na..” Artinya tidak lain adalah saya sudah sering dibuat pusing oleh EMPAT SEKAWAN ini.

Saya percaya bahwa kesabaran pada akhirnya akan membuahkan hasil. Hasil yang menyenangkan walaupun baru dirasakan berminggu-minggu kemudian semenjak les baca dimulai. Senang itu sederhana ketika EMPAT SEKAWAN selalu bergantian bertanya, “Nanti ada les baca sonde (tidak), Bu?” Pertanyaan sederhana yang selalu memicu semangat saya untuk jangan lelah mengajak mereka berlatih membaca. Pada akhirnya, les baca sepulang sekolah sudah menjadi agenda rutin bagi kami berlima yang mulanya tidak direncanakan untuk dilaksanakan setiap hari.

“Aku harus bisa baca! Aku harus bisa baca! Aku harus bisa baca!” adalah password yang sering diteriakkan EMPAT SEKAWAN sebelum memulai les baca. Semangat mereka untuk latihan membaca mulai terlihat. Kemampuan baca mereka juga mulai meningkat sedikit demi sedikit. Meskipun belum terlalu lancar, tetapi ini adalah kemajuan yang patut diapresiasi. Saya meminjami mereka majalah supaya bisa digunakan untuk latihan baca di rumah. Sampai sekarang, hampir 5 bulan menjalani semester ganjil, EMPAT SEKAWAN masih rutin mengikuti les baca. Pada akhirnya nanti, saya yakin EMPAT SEKAWANku ini bisa membaca. Entah kapan waktunya, saya tidak akan pernah berhenti berharap! Selama masih bertugas disini, saya akan mengajari mereka baca. EMPAT SEKAWAN ini telah mengajariku untuk menghargai proses belajar dan bersabar dalam menjalani proses itu.

 

Penjajah itu tidak tahu kekuatan bersabar. Kekuatan ini bahkan lebih besar dibandingkan peledak berhulu nuklir. Alam semesta selalu bersama orang-orang yang sabar. –Tere Liye


Cerita Lainnya

Lihat Semua