Mas Guru Punya Cerita: Tatibajo Punya Laboratorium
Agung Firmansyah 26 Januari 2011
Mas Guru Punya Cerita: Tatibajo Punya Laboratorium
Seri Konstruktivisme
Ini ceritanya lagi ngajar kelas III, yang katanya belum lancar Bahasa Indonesia. Takut ngajar kelas ini? Iya! Walau takut tetap harus kita jalani, kan kita punya misi “Berbahasa satu, bahasa persatuan, Bahasa Indonesia”. Jadi selain ngajar pelajaran yang ada di jadwal, kami sekalian numpang ngajar Bahasa Indonesia sama bocah-bocah ini. Aku coba niru si Wiwin, pas ngajar tangannya ikut bergerak-gerak mirip bahasa Tarzan. Tujuannya biar para murid tidak terlalu hah...heh...hoh karena ga mudeng Bahasa Indonesia.
Dan sekarang aku ngajar IPA (horee....!) Bab Benda Padat, Cair, dan Gas. Gimana coba mengkonstruk definisi benda padat? Benda padat adalah....??? Ayo, siapa yang tahu definisi benda padat? Susahkan! Lagian, seumur-umur ga pernah ada soal “Manakah definisi benda padat yang benar?” :P. Jadi ... mari berpetualang bersama anak-anak di laboratorium Tatibajo.
Angon Bocah
Kelas begitu ramai, susah dikendalikan, padahal isinya cuma 10 biji. Setelah jurus hai-halo ditembakkan, aku ajak anak-anak keluar kelas. “HORE....!”, teriak mereka girang.
“Belajar di luar, sama Pak Guru! Belajar di luar, sama Pak Guru!”, mereka pamer kepada kakak kelasnya.
Makhluk-makhluk ini aku kumpulkan dulu, duduk di jalanan pinggir kelas. Di situ gurunya nggedarus mengenai penelitian, insinyur, profesor, atau apalah. Setelah itu baru gurunya bilang, “Yang pertama dari sebuah penelitian adalah tahap pengamatan. Kita akan melakukan pengamatan!”.
“HOREE....!”, teriak mereka lagi.
Dalam hatiku, “Emang lo tau apa itu pengamatan? :mrgreen:”.
Setelah nggedabrus usai, aku minta mereka membuat 3 kolom, masing-masing untuk benda padat, benda gas, dan benda cair. Tidak mudah menjelaskan kepada anak kelas III – yang belum lancar Bahasa Indonesia – bagaimana membuat 3 kolom. Tiga itu berapa, kolom itu apa. Setelah sedikit diberi contoh, akhirnya mereka bisa. Lha wong dasarnya anak-anak ini memang pintar.
Tiga kolom selesai. Sekarang saatnya angon bocah. Anak-anak ‘dilepas’. Mereka mencari benda apa saja yang ditemukan di halaman sekolah, lalu mereka kelompokkan benda itu kedalam salah satu dari benda gas, padat, atau cair. “Pak, batu padat ya?”, tanya Rudi.
Kubalas dengan anggukan. “Pak, daun, padat ya?”, kata Samira.
Kubalas dengan jempol. Mereka lagi menyebar di halaman cui! Capek kalau balasnya dengan mulut. Iseng-iseng, aku ikutan ngiter. Mengintip satu-dua orang pekerjaan murid-muridku. Benda padat sudah dapat 6-8 benda. Benda cair baru satu (coba tebak, apa? :D). Benda gas kosong. Memang sih, di sekitar situ benda cair yang nampak terlihat cuma air.
Aku dekati motor Pak Latif. Kunaiki, lalu kugoyang seperti anak kecil yang lagi main di atas kursi empuk. Sekarang mata mereka semua menuju padaku. Sekejap kemudian Ugi berkata, “Bensin benda cair ya, Pak?”, yang dilanjutkan dengan pertanyaan Ama’ apakah oli juga benda cair.
Maka segela macam benda cair yang ada di motor (emang apa aja? :mrgreen: ) mereka temukan, termasuk minyak rem. Saat minyak rem disebut, sekejap pula minyak-minyak yang lain juga ikut. Ada minyak goreng, minyak tanah, minyak kemiri (mereka anak petani kemiri), minyak kayu putih. Semuanya benda cair. Mantab anak-anak ini.
Benda cair masih belum 10. Kira-kira apa lagi ya? “Nah, coba. Di tubuh kamu ada benda cair tidak?”, tanyaku memancing.
“Darah ya Pak?”, tanya Ugi.
“Ludah Pak.”, kata Sumira (Sumira beda dengan Samira).
Lalu Anto berteriak sambil memegang seorang balita yang dari tadi mengikuti kegiatan kami, “Ini Pak, benda cair (menunjuk ingus).”.
“HAHAHAHA.....!”, selapangan jadi ramai dengan gelak tawa.
Okey, benda cair bereslah. Bahkan mereka bisa mengidentifikasi bumbu masak sebagai benda cair seperti kecap dan saos (mungkin yang terakhir lebih tepat disebut pasta kali ya?). Sekarang saatnya benda gas yang masih kosong. “Benda gas itu apa saja?”, tanyaku.
“Udara Pak!”, kata Ugi, si ranking 1.
“Angin Pak!”, kata Rudi.
Bukannya udara sama dengan angin? Tidak. Secara definisi, angin adalah udara yang bergerak. Jadi dua anak ini sama-sama benar :cool: . “Pak, itu Pak!", teriak Samira lari mendekati dapur seorang warga.
“Apa itu?”, tanyaku seolah-olah penasaran.
“xxx (basa mandar).”, jawabnya.
“Apa Bahasa Indonesianya xxx?”, tanyaku lagi.
Mereka diam. Saling pandang. Mancing dulu, “A.....”.
“...sap. Ya, asap Pak. HORE....!”, teriak mereka girang.
“Pak, gorong-gorong juga benda gas ya?”, kata Samira sambil menunjuk awan.
“Ya, gorong-gorong juga benda gas. Apa Bahasa Indonesianya gorong-gorong?”, aku balik bertanya.
Mereka berhasil mengidentifikasi beberapa benda gas, termasuk uap saat merebus air dan kabut yang muncul di dinginnya pagi.
...
Ngajar model gini enak nih. Biarkan anak-anak jadi peneliti, muter-muter halaman sekolah buat mengamati benda-benda yang ada, terus kita tinggal angkat jempol atau geleng-geleng kepala saat ditanya. Ternyata konstruktivisme tidak selalu banyak bertanya :D.
Masih ingat dengan pembuatan 3 kolom benda gas, cair, dan padat tadi? Saat mengajarkan membuat kolom ini aku menemukan fakta menarik. Aku ajak mereka keluar kelas. Mereka duduk tepat di jalanan sebelah kelas mereka. Bahkan beberapa anak masih kebagian lesehan di pintu kelasnya. Kegiatan yang dilakukan pun sebenarnya bisa dilakukan di dalam kelas, membuat kolom di buku. Tetapi antusiasme mereka belajar di luar jelas jauh lebih tinggi daripada saat di dalam kelas. Kalau begini, mengapa aku tidak sering mengajar di luar saja?
3 minggu kemudian, aku mengajar berhitung untuk kelas I-II di lapangan sekolah. Kami mengganti papan tulis hitam di kelas dengan lapangan tanah yang bisa digaris-garis menggunakan batu. Hasilnya? Anak-anak senang belajar berhitung. Mereka girang karena punya papan tulis sendiri, sebidang tanah pasir yang tepat berada di bawah kaki mereka. Lihat deh gambar di atas.
Bersambung …. !
Nantikan episode-episode ‘Mas Guru Punya Cerita’ di blog yang sama.
|
Cerita ini juga ditulis di sini.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda