Dewiku

Agriani Stevany Kadiwanu 24 Oktober 2012
“Siapa yang belum selesai menulis soal?” Dewi. “Siapa yang belum membawa tugas?” Dewi. “Siapa yang berani membaca di depan?” Hanya Dewi yang tidak mau. “Ibu ada yang lagi menangis karena digoda teman.” “Siapa?” Dewi. Kuberanikan diri menanyakan tentang Dewi di mantan wali kelasnya dan juga teman-temannya. “Dewi itu memang lambat anaknya. Dia sebenarnya sudah usia SMP. Dia bodoh, berat. Susah membaca” Dewi, oh Dewi. Apa yang harus kulakukan denganmu? “Dewi, ayo baca kalimat ini. Ibu tunggu. Jangan terburu-buru. Tidak apa-apa.” “Dewi, perbaiki tugas ini. Kalau tidak mengerti, tanya ke ibu. Ibu tunggu.” “Dewi, nilaimu meningkat. Dari 3 jadi 5. Bagus! Jangan sedih, ini namanya kemajuan.” “Dewi, nilaimu meningkat. Berkisar di 7-10. Bagus! Pertahankan!” “Dewi, bagus! Belajar untuk mengerti, bukan nilai. Karena mengerti, nilaimu pun membaik dengan sendirinya” ”Dewi, kamu gantikan Akbar membaca UUD 1945 ya. Dia tidak hadir gladi resik, jadi kamu gantikan terus saja.” Latihan upacara pun dimulai. Ketika giliran Dewi membaca UUD 1945, Pak Guru menghampiriku, “Bukannya Akbar yang ditugaskan?” sepertinya beliau mengira ini masi Dewi yang lama. “Tidak apa pak guru. Aman. Dewi saja” Hingga akhirnya upacara dimulai dan Dewi membacakan UUD 1945 bagi seluruh peserta upacara. Pada saat amanat, Dewi dipuji karena bertanggungjawab atas tugas Akbar. Selain itu, Dewi yang selama ini dianggap tidak bisa membaca dipuji oleh Pembina upacara. Label Dewi tidak bisa membaca sudah terlepas. Dia sudah membuktikannya sendiri di depan semua orang. Kepercayaan dirinya kembali. Selama 1 bulan, Dewi akan terus menjadi pembaca UUD 1945 pada Upacara Bendera bulan November 2011. Fighting Dewi!!

Cerita Lainnya

Lihat Semua