info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Garis Belakang

Popi Miyondri 15 Oktober 2012

Tgl 1 juli 2012

Garis Belakang – Gotong Royong

            “Popi, besok kita ke rumah kak Maryati ya sekaligus mencuci di rumah bonso” kata mama Nisa kepada ku. Kami mencuci di rumah bonso perempuan karena air di rumah macet sehingga air dari mata air tidak mengalir ke rumah kami. Bonso merupakan panggilan untuk anak bungsu dari mama angkat ku di Kampung baru, kec. Kokas, kab. Fakfak – Papua Barat. Esoknya, matahari terbit dengan cerahnya dan kami siap-siap  untuk pergi ke rumah bonso. Sesampainya di rumah bonso, ada suara musik pertanda bahwa di rumah bonso sedang hidup lampu dengan menggunakan genset. Biasanya disini genset hanya di hidupkan pada pukul 18.00-23.00 (tergantung pemakaian) namun bonso sudah menghidupkan genset karena hari itu adalah hari minggu dan bonso lagi memiliki banyak bensin untuk menghidupkan genset.

            Masuk ke rumah bonso aku mendapat banyak pelukan hangat dari anak-anak kecil yang ada di rumah bonso. Ternyata disana lagi banyak keluarga kami yang berkumpul dan membawa anak-anaknya. Rumah kak Maryati yang bersebelahan dengan rumah bonso membuatku dapat mencium aroma masakan dari rumah bonso. Mama Nisa menyuruhku untuk pergi ke Rumah kak maryati. Disana ibu-ibu pada memasak dan kak maryati menyuruhku untuk makan bubur kacang hijau yang telah disiapkan terlebih dahulu. Aku makan bersama Sabila, balita kecil yang senang mengikutiku. Setelah makan, aku ke dapur dan berkumpul bersama para ibu-ibu sambil membantu memasak. Dan bapak-bapak bersiap-siap untuk pergi mengambil pasir ke seberang pulau.  Aku bertanya “kenapa sekarang banyak keluarga kita yang berkumpul?”. Mereka menjawab, “ini tradisi gotong royong di keluarga kita. Saat ini kak maryati dan suaminya ingin membangun rumahnya. Oleh karena itu, kita membantunya asal garis belakang sudah siap”. “Garis belakang?” tanyaku, “ia, garis belakang itu maksudnya bagian dapur yang menyiapkan makanan untuk para bapak-bapak yang bekerja membantu disini”.

            It is fair if feeding others is kind of thanking you. Namun yang membuat saya cukup bangga disini adalah semangat gotong royong tanpa memberikan upah dan selalu disediakan waktu setiap hari sabtu dan minggu. Mereka sengaja menyediakan waktu tersebut untuk saling bantu membantu. Kegiatan ini jarang sekali saya temui di kota besar. Jika ada uang, cukup bayar saja upah kepada pekerja sehingga semangat gotong royong yang sering di elu-elukan sebagai simbol Indonesia tidak tampak di kota besar yang merupakan penggagasnya.

            I learn a lot to be here like helping the other communally,  it can make us very closely.Dari sini, sebelum saya mengajar di SD, saya telah mendapat pelajaran tentang semangat gotong royong dan semangat gotong royong ini mengingatkan saya pada pelajaran PKN.


Cerita Lainnya

Lihat Semua