info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Bulan Purnama (Edisi Romantis^^)

Masdar Fahmi 16 Desember 2012

Jika datang bulan purnama dan cuaca sangat cerah, aku sangat suka memandanginya. Duduk-duduk, menerawang ke atas satelit bumi bersinar itu. Seakan sedang tersenyum dan mengajakku bicara.

Suasana malam entah kenapa menjadi syahdu. Romantis, kalau kata pujangga. Apalagi jika di sekelilingnya juga terdapat gemerlap jutaan bintang. Itu akan menambah suasana lebih anggun!

Biasanya aku duduk di teras rumah yang berhadapan langsung dengan pantai. Terkadang, bulan berada seakan di sebrang lautan sana. Kadang juga tepat di atas atap rumah. Atau, terslip di rimbunnya dedaunan pohon-pohon kelapa. Dimanapun posisi purnama itu, akan selalu menjadi incaranku.

Aku selalu membayangkan, jika rindu dengan seseorang maka pandanglah bulan bercahaya lembut itu. Biarpun terpisah ruang dan waktu, namun bulan yang kita pandang tetap sama, jadi serasa dekat. Paling suka jika ada awan putih yang menggumpal di sekitarnya. Maka, pendaran cahayanya makin menambah hangatnya malam.

Selain duduk, kadang aku juga tulis-tulis. Seperti malam ini, aku menulis sembari menunggu purnamaku yang lenyap ditelan awan hitam. Sepertinya akan datang hujan karena sedari tadi pun guntur berdesis-desis,siap menjadi intro nyanyian hujan.

Sungguh, malam yang indah andaikan bulan itu muncul sempurna. Dia berkolaborasi dengan bintang-intang selalu mengajakku bercengkrama, berkedip-kedip.

Menebak-nebak rasi bintang juga sangat mengasyikkan. Tapi aku selalu kesusahan untuk memutuskan rasi apa sebenarnya yang sedang kulihat. Ah, sepertinya harus belajar khusus untuk ilmu-ilmu perbintangan semacam ini.

Dua cahaya benda langit itu kadang cukup menjadi penerang seisi kampung. Aku benar-benar bisa melihat jelas dan membedakan mana laut, pasir, pohon, kelapa, langit, awan atau orang-orang yang lewat di depan rumah. Fantastissekali!

Kelak, malam romantis seperti inilah yang akan sangat kurindukan. Akuberjanji tak akan lupa dengan malam-malam bulan prnama di kampung Urat. Bahkan sepoinya angin pun begitu sopan menyentuh tubuhku, lembut dan segar sekali rasa malamnya.

 

Kampung Urat, malam tanpa purnama di akhir Oktober 2012


Cerita Lainnya

Lihat Semua