info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

AADB? (Ada Apa di Bawean?) – Bagian 2

Maisya Farhati 1 Oktober 2011

Pertanyaan pertama, bagaimana cara menuju Bawean?  

Jika Anda berasal dari berbagai kota di seluruh penjuru Indonesia, petunjuk pertama yang dapat saya berikan adalah pergilah menuju Surabaya. Bisa lewat jalan apa saja, darat, laut, dan udara. Misalnya dari Jakarta, Anda bisa ke Surabaya dengan menggunakan pesawat, kereta api, bus, travel, atau kendaraan pribadi.    Singkatnya seperti ini: 

Jakarta - Surabaya (banyak pilihan moda transportasi, waktu 70 – 80 menit dengan pesawat.) 

Surabaya -  Gresik (bus atau angkot, sekitar satu jam)

Gresik – Bawean (dengan kapal. 3 sampai 6 jam)  

Ada dua kapal yang beroperasi dengan rute Gresik-Bawean (pulang pergi), yaitu Kapal Bahari Express danKapal Tungkal (untuk jadwal selengkapnya bisa dilihat di www.bawean.net). Kapal Bahari dapat menempuh Gresik-Bawean dalam tiga jam, sedangkan jika menggunakan Kapal Tungkal, dalam lima sampai enam jam baru bisa sampai di Bawean. Kelas di dalam Kapal Bahari terbagi menjadi tiga, yaitu ekonomi, eksekutif, dan VIP. Saya sendiri lebih suka di kelas ekonomi. Walaupun tanpa AC dan tempat duduknya tidak senyaman di eksekutif, namun udaranya tidak pengap seperti di eksekutif. Jendela yang terbuka membuat saya merasa lebih nyaman di kelas ekonomi.Untuk Kapal Tungkal, saya belum pernah mencoba. Tiga jam di Kapal Bahari saja saya sudah mati gaya, bagaimana enam jam? :D  

Berjalan-jalan di Pulau Bawean, lebih enak mengendarai motor, meskipun bisa juga dengan mobil. Bagi Anda yang ingin membawa mobil dari daerah asal Anda, jedua kapal yang saya sebutkan tadi tidak bisa mengangkut kendaraan karena merupakan kapal kecil (kapal penumpang saja). Untuk kendaraan, bisa menggunakan kapal khusus tapi tidak ada setiap hari dan menurut penduduk lokal biayanya cukup mahal.  

Di Bawean terdapat jalan utama yang melingkar di tepian pulau. Jalannya tidak terlalu lebar, ngepas sekali jika dilewati dua mobil yang berpapasan dari arah berlawanan. Selain itu, tantangannya adalah jalan yang sebagian masih rusak, sering juga dibilang sungai kering karena terdiri dari tanah berbatu yang terkadang dengan gigi satu pun masih berat. Hehe... Mau naik angkot? Sayangnya di Bawean belum ada. Angkot (orang Bawean menyebutnya ‘kol’ dari kata ‘colt’) biasanya hanya ada pagi-pagi dan digunakan untuk angkutan ke pasar.    Jika Anda berniat berlibur ke Bawean, janganlah khawatir soal transportasi. Di Sangkapura, tak jauh dari pelabuhan, ada tempat penyewaan motor. Sedangkan untuk akomodasi, di Sangkapura juga terdapat beberapa penginapan (namun soal harga saya belum sempat mencari informasi).   

Kabarnya, Bawean ini sedang dipersiapkan menjadi daerah tujuan wisata. Salah satu langkah besar yang telah diambil pemerintah adalah pembuatan lapangan terbang di Desa Tanjungori, Kecamatan Tambak. Nantinya akan ada pesawat kecil yang terbang dari Surabaya ke Bawean. Ini akan mempermudah akses ke Bawean yang saat ini hanya bisa menggunakan kapal.   Tempat apa saja yang bisa Anda kunjungi di Bawean? Berikut referensi saya:  

1. Pantai

Di Pulau kecil seperti Bawean, tentu saja kemanapun Anda pergi, Anda akan menemukan pantai. Pantai di Bawean indah…tapi tidak banyak yang memiliki garis pantai yang cukup panjang dan enak untuk jalan-jalan. Beberapa pantai yang biasanya ramai dikunjungi penduduk lokal yaitu Pantai Labuhan. Ada pula yang namanya Pantai Bayangkara, namun saya belum pernah kesana. Untuk menuju ke pantai ini, harus berjalan kaki cukup jauh. Bisa juga naik motor, namun tidak direkomendasikan mengingat jalannya yang tidak mendukung.  

2. Pulau Gili dan Pulau Noko

Nah, ini dia salah satu tempat favorit saya selama di Bawean. Di kedua pulau inilah saya menemukan apa yang disebut pantai. Pasirnya putih bersih dan sejauh mata memandang terlihat laut dan langit menyatu, serta di sisi lain terlihat pegunungan terhampar di Pulau Bawean.

Pulau Gili adalah pulau kecil yang letaknya tak jauh dari Bawean. Pulau ini berpenghuni, bahkan bisa dibilang cukup padat. Dari Dusun Pamona, Bawean, Gili bisa ditempuh dengan menggunakan klotok (kapal kecil) selama 20-30 menit. Klotok ini milik pribadi dan bukan angkutan umum, jadi tidak selalu stand by di tempat penyeberangan. Biasanya orang menumpang jika kebetulan ada pemilik kapal yang memang hendak menyeberang. Di pagi hari, beberapa klotok rutin menyeberang untuk mengantar orang-orang yang hendak berbelanja ke pasar di Bawean. Orang yang menumpang membayar Rp5000 sebagai ganti ongkos solar. Akan tetapi, jika ada orang yang dikenal (atau jika tidak kenal ya kenalan saja dulu :D), bisa saja bilang untuk menyewa klotok untuk menuju ke Gili dan sebaliknya.  

Di dekat Gili, ada pulau yang bernama Noko. Di sore hari, ketika laut surut, kedua pulau ini menyatu. Terkadang tidak benar-benar menyatu karena masih harus berjalan kaki sedikit dan terendam air sampai sepinggang. Tidak apa-apa, sekalian main air kan? Hehe…  

Pulau Noko tidak berpenghuni. Pulaunya juga kecil sekali, Anda bisa berkejaran ala film India tanpa merasa lelah. Haha.. Di sore hari, banyak penduduk Pulau Gili yang ke Pulau Noko untuk mencari kerang sebagai hidangan makan malam mereka. Ternyata ketika saya mengamati, mencari kerang di Noko bukanlah perkara sulit. Korek-korek pasir sedikit, langsung muncul kerangnya…banyak sekali… *langsung membayangkan sate kerang*   Sayangnya, jika dilihat lebih dekat lagi, di suatu sudut Pulau Noko bertumpuk sampah yang sepertinya buangan dari mana-mana dan tersangkut di situ. Masalah sampah menurut saya memang masih menjadi isu utama di Bawean dan sekitarnya, karena mereka belum memiliki tempat pembuangan sampah sementara ataupun akhir.   

3. Danau Kastoba

Bukan Danau Toba, tapi Danau Kastoba. Hehe… Kalau namanya mirip danau yang ada di Sumatera Utara, saya sendiri tidak tau hubungannya apa. Danau ini terletak di Desa Tanjungori. Untuk menuju kesana, bisa menggunakan motor. Jalan yang dilalui menanjak dan menanjak. Itulah uniknya Danau Kastoba, terletak di gunung. Dari Balai Desa Tanjungori, jika pengunjung datang dari arah Tambak, maka ambil jalan kecil ke arah kanan. Memang tidak ada papan penunjuk jalan sehingga pengunjung harus rajin-rajin bertanya kepada penduduk setempat. Setelah berkendara dengan motor, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki. Menanjak? Tentu saja. Inilah saat dimana pengunjung bisa menikmati trekking dengan pemandangan alam yang sungguh cantik. Dalam waktu sekitar 15-20 menit (tergantung kecepatan berjalan kaki), Pengunjung sudah bisa menikmati keindahan Danau Kastoba.   Banyak versi cerita rakyat berkaitan dengan danau ini. Banyak pula yang mengaitkan dengan hal-hal berbau mistik. Pesan saya, santai dan nikmati saja, namun tetap berhati-hati.   

4. Penangkaran Rusa

Bawean cukup terkenal dengan rusanya. Saya sendiri belum berkesempatan mengunjungi tempat penangkarannya yang terletak di Kecamatan Sangkapura. Empat jenis asli Indonesia terdiri dari rusa Timor, rusa Sambar, rusa Bawean dan Kijang. Rusa Bawean pertama kali diidentifikasi pada tahun 1845 sebagi Cervus Kuhlii. Namun berdasarkan penelitian selanjutnya, Rusa Bawean diklasifikasikan lagi dan dikenal dengan nama Axis Kuhlii.  

Semakin berkurangnya populasi rusa karena perburuan kemudia membuat perlunya ada sebuah penangkaran. Menurut pendataan tahun 1977-1979, ada 200-400 rusa di Bawean. Dan saat ini, rusa Bawean terdapat pula di kebun binatang Surabaya dan Singapura. (Sumber: http://rusabawean.com/tentang-rusa-bawean-lengkap.html dan untuk membaca artikel lebih lengkap mengenai rusa Bawean, bisa berkunjung ke web tersebut)  

5. Air Terjun  

Saya tidak bisa menyebutkan air terjun di Bawean satu per satu. Karena banyak sungai, di sana terdapat beberapa air terjun, walaupun tidak terlalu tinggi dan bahkan kebanyakan tak bernama. Hehe.. Kalau mau ke air terjun, mungkin bisa tanya saja penduduk lokal. “Pak, air terjun terdekat dari sini dimana ya?” Hehehe..  

6. Trekking

Untuk yang hobi trekking, Bawean adalah tempat yang tepat karena kondisi wilayahnya yang merupakan pegunungan. Bulan Ramadhan lalu, saya dan teman-teman Bala Bawean (sebutan untuk Pengajar Muda Bawean) mengadakan Safari Ramadhan. Kami saling mengunjungi desa satu sama lain, menginap, dan berbuka puasa bersama. Dari dusun tempat tinggal Putri ke dusun Hety, jika mengendarai motor butuh waktu sekitar 30 menit. Dusun mereka sama-sama di atas gunung, jadi jika mengendarai kendaraan bermotor harus turun dulu, kemudian naik lagi. Namun, jika ditarik garis lurus, jarak kedua dusun tersebut tidak sejauh jika mengikuti arus jalan motor. Akhirnya kami berjalan kaki melewati hutan, sawah, semak belukar, dan akhirnya sampai di Dusun Panyal Pangan, tempat Hety bertugas, dalam waktu 70 menit. Puasa-puasa trekking! :D  

Ayooo...siapa mau berkunjung ke Bawean? ;)    

 

*(Tulisan ini juga terdapat di blog probadi penulis: http://nulisaja.multiply.com/journal/item/346)


Cerita Lainnya

Lihat Semua