info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Meningkatkan Minat Baca pada Siswa

M. Nurul Ikhsan Saleh 23 Juli 2014

Pagi itu, saya senang sekali melihat anak-anak karena sangat antusias menyambut kedatangan buku-buku baru dari Jakarta. Buku tersebut adalah buku-buku dalam bentuk komik Persembahan PGN untuk Anak Bangsa yang datang secara bertahap antar seri. Ada 33 judul komik seri Legenda Nusantara, ada 20 judul komikseri Pahlawan Indonesia dan terakhir komik seri Biografi Orang Sukses. Kedatangan komik berseri ini selain menambah jumlah buku-buku yang sebelumnya datang dari FGIM (Festival Gerakan Indonesia Mengajar), juga semakin menambah ramainya anak-anak datang ke perpustakaan sekolah.

Anak-anak setiap pagi biasa sudah antri menunggu kedatangan saya agar membuka perpustakaan di sekolah. Sampai-sampai kadang anak-anak yang sudah antri di depan perpustakaan, merasa kecewa kalau saya lambat datang untuk membuka perpustakaan sekolah. Kebetulan saya memang sangat senang menemani anak-anak membaca buku. Kelebihannya adalah dengan menenami anak-anak membaca, saya pasti ikut membaca buku-buku di perpustakaan sekaligus mengajak diskusi bersama anak-anak. Sehingga saya berinisiatif menfasilitasi sekolah untuk memegang kunci perpustakaan agar setiap hari anak-anak terus berbondong membaca.

Perpustakaan tempat menyimpan buku-bukudi sekolah, SDS Terang Agung,bisa dibilang cukup sempit, apabila ada dua puluhan anak yang masuk, ruang perpustakaan sudah terasa sesak. Makanya anak-anak biasa juga membaca di teras perpustakaan. Keberadaan bangunan perpustakaan terpisah cukup jauh dengan ruang belajar sekolah yang berjumlah lima ruang. Lokasi perpustaakaan berdempet dengan bangunan Taman Kanak-Kanak. Sehingga para guru-guru jarang ke perpustakaan. Padahal ruang perpustakaan selain sebagai tempat penyimpanan buku bacaan, juga berfungsi sebagai kantor yang sekali-kali dijadikan tempat rapat.

Berhubung perpustakaan di sekolah berbatas waktu, hanya buka dari jam 07.30 sampai 12.00, sedangkan beberapa anak biasa masih ingin membaca, maka dari itu kemudian saya menginisiasi perpustakaan dusun yang letaknya berada tepat di keluarga angkat,tempat saya tinggal. Buku yang ada adalah bantuan dari berbagai pihak yang kemudian diestafetkan dari dua Pengajar Muda sebelum saya. Dari beberapa buku yang ada, sebagian sampulnya sudah copot. Hal ini disebabkan karena seringnya buku berganti tangan antara anak yang satu dengan anak yang lain, sesekali disebabkan karena satu buku jadi bahan rebutan beberapa anak.

Di perpustakaan dusun, anak-anak bisa secara leluasa membaca. Karena perpustakaan yang ada di dusun memang sengaja di buka seluas-luasnya untuk masyarakat. Yang penting pintu di rumah terbuka maka anak-anak bebas membaca. Sudah jadi kebiasaan, setelah selesai pembelajaran di sekolah, anak-anak sering datang ke perpustakaan dusun untuk membaca. Selain itu,dalam rangka memancing anak-anak selalu datang ke perpustakaan dusun, saya mengadakan les tambahan yang bertempat di situ. Biasanya sebelum pembelajaran dimulai, terlebih dahulu anak-anak membaca buku-buku yang berjejer di rak.

Selaku guru Bahasa Indonesia, saya terkadang membawa buku-buku bacaan ke kelas sesuai dengan jumlah murid yang ada. Saya memberikan waktu kira-kira sampai sepuluh sampai lima belas menit untuk membaca. Sehabis membaca, saya persilahkan para siswa menceritakan kembali di depan kelas. Saya membebaskan siapa saja yang ingin maju ke depan dengan memilih anak yang paling cepat mengacungkan tangan ke atas. Saya senang sekali melihat mereka rebutan ingin cepat-cepat bercerita ke depan kelas. Lebih dari itu, terkadang anak yang sudah maju ke depan kelas ingin maju lagi dengan alasan ingin melengkapi ulasan cerita yang telah disampaikan sebelumnya.

Khusus untuk siswa kelas enam, waktu pelajaran Bahasa Indonesia, saya membiasakan para siswa dalam satu kelas dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. Di antar perkelompok, saya menyuguhkan bahan bacaan yang berbeda. Saya memberikan mereka durasi waktu untuk membaca, setelah membaca kemudian antar kelompok mempersentasikan ke depan kelas. Dalam persentasi ada yang bertugas menjadi moderator, presenter, notulen, dan satu orang selaku penyampai kesimpulan dari hasil diskusi. Sehabis persentasi saya memberikan waktu kepada kelompok lain untuk bertanya kepada kelompok yang bertugas persentasi. Pada awalnya, cara-cara seperti ini anak-anak merasa kesulitas, akan tetapi saya coba latih terus, dan bahasan yang diangkat adalah bahasan yang ringan sehingga anak-anak bisa dengan mudah mendiskusikannya. Dari situ, akhirnya siswa mulai bisa karena sudah terbiasa.

Akhirnya, saya ingin menyampaikan, bahwa lewat aktivitas pembiasaan membaca buku pada anak-anak, akan mengasah kemampuan anak dalam menangkap informasi sekaligus menambah wawasan lebih luas, serta bisa melatih kemandirian dalam belajar. Bahkan anak-anak dari kebiasaan membaca bisa ditingkatkan lagi kebiasaannya, dengan cara membiasakan berdiskusi bersama teman-temannya. Sehinnga selain menyerap informasi juga bisa menularkan informasi kepada orang lain.

Saya sendiri membayangkan, seandainya saya sejak dari mengenyam pendidikan Sekolah Dasar sudah terbiasa membaca dan berdiskusi maka tentu wawasan saya akan luas. Akan tetapi, dalam kenyataanya, dulu saya baru mendapatkan metode belajar berdiskusi ketika sudah menginjak Sekolah Menengah Atas. Padahal, sejak dari SD pun anak-anak sudah bisa melakukan itu.

Oleh karena itu, pada momen Hari Anak Nasional ini, saya ingin mengajak masyarakat agar semakin gencar ikut mencerdaskan anak-anak Indonesia dengan cara menfasilitasi peningkatan minat baca pada siswa sejak dini.


Cerita Lainnya

Lihat Semua