info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Uniknya Ujian Nasional di Desaku

Ijma Sujiwo 31 Juli 2011
Ujian Akhir Nasional (UAN) atau yang sekarang telah berganti nama menjadi Ujian Nasional (UN) masih menjadi momok tersendiri bagi siswa tingkat akhir, yaitu kelas 3 SMA, kelas 3 SMP dan kelas 6 SD. Ketakutan tidak siap, tidak bisa mengerjakan soal, sampai tidak lulus terus menghinggapi mereka. Sebagian dari mereka selalu memandang negatif UN, takut akan kegagalan sebelum berusaha. Bahkan kepanikan dan ketegangan sudah mereka rasakan sejak awal tahun mereka duduk di bangku tingkat akhir. Tidak hanya siswa saja yang takut atau cemas mengenai UN. Pihak sekolah dan orangtua pun turut merasakan ketakutan dan kecemasan tersebut. Dalam menghadapi UN, sekolah melakukan banyak persiapan, seperti bimbingan belajar dan try out untuk mata pelajaran yang diujikan dalam UN, yakni Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA. Seolah merasa tak cukup dengan les yang diberikan di sekolah, beberapa orang tua siswa bahkan berlomba-lomba mendaftarkan anak-anak mereka ke bimbingan belajar ternama dengan harapan anaknya bisa lulus UN dengan nilai yang memuaskan. Fenomena-fenomena tersebut sering sekali kita lihat di kota-kota besar. Akan tetapi, bagaimana dengan siswa, sekolah, dan orangtua siswa yang tinggal di daerah terpencil? Ternyata mereka juga melakukan persiapan tersebut, hanya saja suasananya tidak seheboh di kota. Sekolah hanya melakukan kegiatan sederhana seperti bimbingan belajar yang dilakukan usai pulang sekolah sebagaimana halnya di SDN 006 Paser Belengkong. Di sekolah yang terletak di pinggir sungai ini, siswa-siswa kelas 6 mengikuti bimbingan belajar sejak pukul 13:00 dan berakhir pukul 14:30. Bimbingan belajar diisi secara bergantian oleh guru wali kelas VI, guru mata pelajaran, dan juga Pengajar Muda. Setelah itu, tak ada lagi kesibukan mengikuti bimbingan belajar swasta. Tak ada pula kehebohan untuk sekadar membeli buku-buku berisi kumpulan soal UN. Semakin dekatnya waktu UN juga tak menimbulkan kepanikan di wajah-wajah para siswa. Tak ada wajah takut, cemas, ataupun tegang. Bahkan, di sore hari, sebagian siswa tersebut masih menyempatkan diri untuk bermain bola ataupun permainan lainnya. Sebagian orang mungkin akan mengernyitkan dahi melihat fenomena ini dan bertanya “Tak sadarkah mereka bahwa UN di depan mata?”, “Tak khawatirkah orang tua mereka jika anaknya tak lulus?” Orang tua para siswa kelas 6 SDN 006 Paser Belengkong menyadari ujian yang hanya berlangsung selama tiga hari sangat menentukan kelulusan anak-anak mereka. Para orang tua ini sudah mendapat sosialisasi tentang pelaksanaan UN. Dalam kunjungan guru beberapa hari sebelum UN, orang tua murid aktif bertanya mengenai seluk-beluk UN. Mereka pun juga menyadari bahwa perlu ada bimbingan belajar khusus yang harus dilakukan untuk mempersiapkan anak mereka. Akan tetapi, karena minimnya penghasilan, maka mereka pun tidak bisa berbuat seperti layaknya orang tua yang mampu memasukkan anaknya ke bimbingan belajar swasta. Mereka lebih mempercayakan sekolah untuk bisa mengajari anak-anaknya sehingga mampu memenuhi standar nilai kelulusan. Harapan mereka semua baik siswa, sekolah dan orangtua siswa, sama yaitu lulus UN. Hal tersebut sangat berarti sekali bagi mereka. Untuk siswa terutama tulisan “lulus” saja sudah membuat mereka sangat senang walaupun hanya dengan nilai pas-pasan. Bagi sekolah kelulusan siswa mereka merupakan suatu kebanggaan dan bisa mengangkat kredibilitas sekolah, sehingga ketika ajaran baru banyak siswa yang ingin masuk di sekolah tersebut. Bagi orang tua siswa sendiri “lulus” memiliki dua arti penting, pertama merupakan suatu kebanggaan bagi mereka memiliki anak yang bisa lulus UN dan kedua suatu kelegaan karena sang anak bisa membantu mereka (biasanya untuk anak-anak yang tidak meneruskan sekolah dan memutuskan untuk membantu kedua orang tua mereka). Namun demikian patut disyukuri sebab akhir-akhir ini angka putus sekolah SD sudah sedikit menurun karena pihak sekolah melakukan sosialisasi wajib belajar 9 tahun dan menjelaskan bahwa meneruskan pendidikan itu penting untuk anak dan bisa membantu orang tua jika terus dilanjutkan. Kita semua berharap suatu saat nanti muncul kesadaran pada diri anak-anak, sekolah, dan juga orang tua bahwa belajar di sekolah bukan sekadar untuk mengejar nilai atau lulus ujian, akan tetapi belajar untuk membuat diri mereka lebih bernilai. Jika kesadaran tersebut tumbuh pada diri seluruh elemen yang terlibat dalam pendidikan anak, maka Ujian Nasional tidak lagi menjadi momok. Ujian Nasional akan menjadi satu yang dinanti sebagai gerbang pembuka untuk mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Cerita Lainnya

Lihat Semua