info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Celoteh Sederhana Si Yatim

Agus Arifin 24 September 2012

Rabu, 19 September 2012

Sudah lama sekali rasanya aku tak menulis kisah-kisah dan pengalamanku di sini. Ya, di tempatku bertugas yang hanya dalam hitungan hari, tepatnya 45 hari lagi akan berakhir dan aku pun harus rela meninggalkan tempat ini beserta orang-orang yang ada di sini. Di pagi sehabis subuh ini, entah kenapa keinginanku untuk menulis timbul lagi. Kulihat secarik kertas kusam yang tertempel di dinding kamarku. Aku baru ingat, ternyata surat itu berisi foto copy-an surat yang ditulis oleh muridku (Harianto) untuk seorang tokoh pendidikan dari Jakarta, Bu Zahra Fajar Dini namanya. Kulepas kertas itu dari tempelannya, lalu kucoba membacanya kembali. Ah, isinya sangat polos dan apa adanya. Senyumku pun menyembul mengiringi kata demi kata yang tertulis dalam kertas itu.

Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh...

Kepada yang terhormad ibu Zahra Fajardini. Kami anak-anak kelas IV.

Halo bu zahra, apa kabar?Bagaimana anak-anak di situ? Apa dia semangat belajar? Kami mendengar cerita bu Zahra dari pak Arif. Kampung kami daratan tinggi, makanya di sini banyak tumbuhan dan sayur-ssayuran.Dan kami sekolah di gunung. Biar kami sekolah di gunung, kami bersemangat untuk belajar. Manjadda wa jada, Barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka dia akan mendapatkan apa yang dia inginkan.Dan saya adalah anak-anak kelas IV, Pak Arif biasa menyebut kami PRAJURIT MIMPI.  Nama dusun kami Tatibajo dan nama sekolah kami SDN 27 Tatibajo, dan kami di sini tidak banyak penduduk. Sungai kami di sini sedang tidak lebar, jadi kami bagus mandinya bersama teman-teman. Nama saya Harianto. Saya tidak mempunyai ayah. Karena ayah saya mati. Saya Cuma punya ibu, adek, kakak, kakek, nenek, tante dan paman. Biar saya tidak punya Ayah, saya tetap bersemangat untuk belajar.

Kami di sini sedikit sekali muridnya karena sedikit penduduknya. Dan kami di sini selalu sholat 5 waktu. Karena sholat 5 waktu adalah kunci surga, makanya kami harus rajin sholat 5 waktu, karena kami dikasih tahu pak Arif bahwa sholat 5 waktu adalah kunci masuk surga. Dan kami di sini banyak orang sholat, Dan kami setiap sore pergi ke BATU MIMPI. BATU MIMPI itu batu yang besar. Kami loncat di Batu Mimpi setiap sore dan kami foto-foto di batu mimpi itu. Ibu Zahra yang hebat. Bagaimana caranya supaya kami bisa hebat seperti Bu Zahra dan perkenalkan teman-teman nama saya Harianto kelas IV Prajurit Mimpi. Kami murid dari pak Arif. Biar hujan kami tetap berangkat kesekolah supaya kami bisa mencapai cita-cita. Saya ingin menjadi guru karena di kampung saya tidak banyak guru. Dan saya di sini suka membantu orang tua agar ada pahala. Saya akan membikin pantun.

Jalan-jalan ke Jakarta

Di tengah jalan ada orang

Hati siapa tak akan bahagia

Ibuku Pulang membawa Pisang

Sudah iya bu. Saya stop dulu suratnya. Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh....

 

Hormat  saya

Harianto

 

Begitulah isi suratnya. Polos dan apa adanya. Ada semangat dan keceriaan di sana, meski dia sangat memenuhi syarat untuk bersedih. Masih segar di ingatanku bagaimana dia dengan sangat pede nya mengatakan...”pak guru...pak guru..nama saya sekarang bukan Harianto,tapi Muhammad al-Fath...”. Lalu kutanya ,” kenapa kamu pilih nama itu To’ ?”. “Iya pak karena al-Fath artinya kemenangan...”jawabnya mantap. Rupanya dia mengingat betul ceritaku tentang Muhammad Al Fatih tempo hariAh, Harianto, meski bahasa suratmu belum beraturan, tapi bahasa hatimu telah membuat segalanya terasa jauh lebih indah. Kepolosanmu membuat semuanya terasa lebih sederhana. Ya, sesederhana hidupmu dan cita-citamu untuk menjadi guru. Karena gurulah selama ini profesi yang nyata bagimu. Tak apa-apa nak. Tetap semangat. Doaku selalu mengiringi tiap langkahmu. Semoga Allah menolongmu untuk menggapai Cita-citamu...amiin. Seperti kata-kata yang kuajarkan padamu dan terimakasih engkau selalu mengingatnya...”Manjadda wa Jada...barang siapa yang bersungguh-sungguh maka dia akan mendapatkan yang diinginkannya..”.

 

Cerita Agus Arifin

(Pengajar Muda Majene, Sulawesi Barat)

Hidup Di Pedalaman, Tak ada Sinyal Hp.

Sungai Sebagai kamar Mandi

Tetap Tersenyum Menikmati....:)


Cerita Lainnya

Lihat Semua